Senin, 15 Agustus 2011

KTI Keperawatan JIwa Skizofrenia Residual

AKADEMI KEPERAWATAN KABUPATEN SUBANG
SUBANG, AGUSTUS 2011

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN KELUARGA YANG MEMILIKI ANGGOTA KELUARGA DENGAN SKIZOFRENIA RESIDUAL DI POLI KLINIK JIWA RSUD KABUPATEN SUBANG TAHUN 2011


ABSTRAK

5 Bab, 48 Halaman, 6 Tabel, 2 Gambar, 9 Lampiran.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh angka kejadian Skizofrenia Residual di poli klinik jiwa RSUD Kabupaten Subang yang cukup tinggi dengan urutan ke 2 setelah Defresi Somatik, di takutkan kecemasan keluarga akan semakin meningkat yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit seperti ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang tingkat kecemasan keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Schizofrenia Residual merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh Schizofrenia yang berulang, menarik diri dan efek yang tidak serasi yang merupakan kelainan dari gangguan ini. Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif, populasinya adalah 156 keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual. Sampel dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data di peroleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner dan melihat rata – rata kunjungan setiap bulannya adalah 26 orang. Hasil penelitian Responden dengan kelompok umur 20 – 30 tahun (Dewasa Muda) menunjukan presentasi yang cukup tinggi yaitu 22 orang (84,6%), Responden terbanyak adalah jenis kelamin perempuan yaitu 17 orang (65,4%), Responden yang berpendidikan sekolah dasar (SD) menunjukan 15 orang (61,5%). Peneliti menyimpulkan bahwa rata – rata responden dengan kelompok umur 20 - 30 tahun (Dewasa Muda), dan jenis kelamin perempuan serta berpendidikan sekolah dasar (SD) mayoritas mengalami kecemasan sedang. Hasil penelitian ini dapat menambah informasi dan mengurangi keluarga tentang tingkat kecemasan dengan skizofrenia residual.

Kata Kunci : Kecemasan, Skizofrenia Residual
Daftar Pustaka : 39 (2001-2010)


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan sehat jiwa tidak hanya terbatas dari gangguan jiwa tetapi merupakan suatu hal yang dibutuhkan semua orang, kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup dapat menerima orang lain sebagaimana adanya,serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes RI, 2005).
Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan (Depkes), Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap Negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan Dan Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, 2007).
Ketidakmampuan individu untuk beradaptasi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan jiwa. Supaya dapat mewujudkan jiwa yang sehat, maka perlu adanya peningkatan jiwa melalui pendekatan secara promotif, preventif dan rehabilitatif agar individu dapat senantiasa mempertahankan kelangsungan hidup terhadap perubahan – perubahan yang terjadi pada dirinya maupun pada lingkungannya termasuk beberapa masalah gangguan jiwa yang diantaranya skizofrenia (Windyasih, 2008).
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosis fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial, fungsi kerja, dan perawatan diri. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala-gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar, sedangkan pada Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan perawatan diri yang buruk (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini di tandai dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitf dan persepsi. Sedangkan gejala negatifnya antara lain seperti avolition (menurunnya minat dan dorongan), berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, afek yang datar, serta terganggunya relasi personal. Tampak bahwa gejala-gejala skizofrenia menimbulkan hendaya berat dalam kemampuan individu berfikir dan memecahkan masalah, kehidupan afek dan menggangu relasi personal. Kesemuanya mengakibatkan pasien skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, sangat terhambat produktivitasnya dan nyaris terputus relasinya dengan orang lain (Setiadi, 2006).
Dalam melakukan perawatan klien dengan gangguan jiwa, maka perlu adanya dukungan keluarga karena faktor keluarga menempati hal vital dalam penanganan pasien gangguan jiwa dirumah. Hal ini mengingat keluarga adalah support system terdekat selama 24 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga sangat menentukan apakah pasien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung pasien yang konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal. Dengan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, maka akan mempengaruhi terhadap kebutuhan sistem pada keluarga tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil survei yang dilakukan oleh Biegel et al, 1995 yang dikutip dari Stuart dan Laraia, 2001, bahwasanya dari keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual yaitu dengan meningkatnya stres dan kecemasan keluarga, hal ini ditandai dengan adanya respon yang berbeda pada setiap anggota keluarga dalam kesiapan menerima anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. (Windyasih, 2008).
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius, paling tidak ada satu dari empat didunia mengalami masalah mental, dengan perkiraan sekitar 450 juta orang didunia yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu menurut Direktur WHO wilayah Asia Tenggara Dr. Uton Muctar Rafei mengatakan bahwasanya hampir satu pertiga dari penduduk wilayah ini pernah mengalami gangguan Neuropsikiatri, di Indonesia diperkirakan sebesar 264 dari 1000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa. Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa di Indonesia diperkirakan terus meningkat. Jumlah populasi penduduk Indonesia yang terkena gangguan jiwa berat mencapai 1-3 persen di antara total penduduk. Jika penduduk Indonesia diasumsikan sekitar 200 juta, tiga persen dari jumlah itu adalah 6 juta orang. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar, menurut RISKESDAS, 2007 (Windyasih, 2008).
Dari hasil pencatatan data selama enam bulan terakhir yaitu bulan September 2010 sampai bulan Februari 2011, jumlah penderita yang mengalami Skizofrenia Residual dalam 10 penyakit yang terbesar diPoliklinik Jiwa RSUD Subang sebagai berikut :
Tabel 1.1
Jumlah Klien Dengan Gangguan Jiwa Di Poliklinik Jiwa Dari Bulan September 2010 Sampai Bulan Februari 2011
No Diagnosa Medis Jumlah Pengunjung Jumlah Dalam Persen
1. Depresi 123 Orang 7,00%
2. Depresi Somatik 195 Orang 11,10%
3. Depresi Psikotik 148 Orang 8,42%
4. Skizofrenia Hebefrenik 38 Orang 2,17%
5. Skizofrenia Paranoid 97 Orang 5,52%
6. Skizofrenia Residual 156 Orang 9,56%
7. Gangguan Neurosa Cemas 45 Orang 2,56%
8. Gangguan Afektif 61 Orang 3,47%
9. Epilepsi 49 Orang 2,79%
10. Gangguan Somatoform 38 Orang 2,17%
Jumlah 950orang
Sumber : Data dari poliklinik jiwa RSUD Subang

Berdasarkan data diatas yang diperoleh dari poliklinik jiwa RSUD Subang, jumlah klien dengan skizofrenia residual sebanyak 9,56% terbesar ke 2 setelah Depresi Somatik. Dari hasil wawancara dengan 10 keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan skizofrenia residual, bahwasanya 6 dari keluarga yang diwawancarai mengatakan cemas dikarenakan keluarga merasa takut akan kekambuhan anggota keluarganya yang sakit dan masalah biaya pengobatannya terlalu mahal. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran Tingkat Kecemasan Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Dengan Skizofrenia Residual Di Polikilinik Jiwa RSUD Kabupaten Subang Tahun 2011”.

B.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini “Bagaimana Gambaran Tingkat Kecemasan Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Dengan Skizofrenia Residual Di Poliklinik Jiwa RSUD Kabupaten Subang Tahun 2011?”.

C.Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut:
1.Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat kecemasan keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual.
2.Tujuan Khusus
a.Untuk memperoleh gambaran tingkat kecemasan pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual berdasarkan umur.
b.Untuk memperoleh gambaran tingkat kecemasan pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual berdasarkan jenis kelamin.
c.Untuk memperoleh gambaran tingkat kecemasan pada keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual berdasarkan tingkat pendidikan.

D.Manfaat Penelitian
1.Manfaat Teoritik
Penelitian ini hasilnya diharapkan dapat menjadi bahan dalam menambah khasanah ilmu dan pengetahuan khususnya bagi keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa serta tentang gambaran umum tingkat kecemasan.
2.Manfaat Praktis
a.Bagi Institusi pendidikan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan dibagian keperawatan jiwa dan sebagai sumber bacaan dimasa yang akan datang.
b.Institusi Pelayanan Kesehatan.
Sebagai masukan bagi perawat pelaksana Unit Pelayanan Keperawatan Jiwa di poliklinik jiwa RSUD Subang dalam rangka mengambil kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada klien yang mengalami Skizofrenia Residual.
c.Bagi Keluarga.
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi keluarga tentang kecemasan dengan gangguan jiwa (khususnya mengenai gambaran tentang kecemasan keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Skizofrenia Residual
1. Definisi
Scihzoprenia adalah kombinasi dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani Schizein “ membagi “ dan Phrein “ pikiran ”. Menurut Bleuler tidak untuk membagi kepribadian yang berarti mempunyai identitas terpisah-pisah tetapi maksudnya bahwa pemisahan terjadi antara kesadaran dan aspek emosi pribadi. Kebingungan mengenai arti ini berlanjut sampai dengan sekarang (Stuart and Sundeen, 2005).
Schizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada fikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham-waham yang terkadang aneh, gangguan persepsi, afek abnormal, yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya, dan autisme. Meskipun demikian, kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak terganggu (Mansjoer, 2001).
Schizofrenia Residual adalah keadaan Schizofrenia dengan gejala-gejala primiernya tetapi tidak jelas adanya gejala sekunder, keadaan ini timbul setelah beberapa kali serangan Schizofrenia (Maramis, 2001)
Schizofrenia Residual merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh Schizofrenia yang berulang, menarik diri dan efek yang tidak serasi yang merupakan kelainan dari gangguan ini.
(Milafitria, 2005, ¶ 1, http://www. Jiptummpp pdf.co.id, diperoleh tanggal 29 Maret 2011).

2.Etiologi
a.Keturunan
Faktor keturunan mempunyai pengaruh yang besar untuk menentukan timbulnya schizophrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga schizophrenia dan terutama pada anak-anak kembar satu telur. Tetapi pengaruh keturunan tidak sederhana seperti hukum-hukum Mendel tentang hal di sangka bahwa potensi untuk mendapatkan schizophrenia diturunkan (bukan penyakit itu sendiri) melalui gen yang resesif. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantug pada lingkungan individu itu apakah akan terjadi schizophrenia atau tidak.
b.Endokrin
Dahulu dikira bahwa schizophrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endoktrin. Teori ini dikemukakan berhubungan dengan sering timbulnya schizophrenia pada suatu pubertas, waktu kehamilan, tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan.
c.Metabolisme
Ada orang yang menyebutkan bahwa schizophrenia disebabkan oleh suatu metabolisme, karena penderita schizophrenia tampak pucat dan tidak sehat, ujung ektremitas agak cyanosis, napsu makan kurang dan berat badan menurun.
d.Susunan syaraf pusat
Adanya yang mencari penyebab schizophrenia ke arah kelainan susunan syaraf pusat. Yaitu pada diensefalon kortex otak.
e.Teori Adolf Meyer
Schizophrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah, sebab dari dahulu hingga sejarang para sarjana tidak dapat menurunkan kelainan patologis-anatonis, atau fisiologis yang khas pada susunan syaraf oleh karena itu timbul suatu disorgenisasi kepribadian dan karena kelamaan orang itu menjauhkan dari dari kenyataan.
f.Susunan syaraf Pusat
Menurut teori psikogentik, bila kita memakai Formula Freud, maka pada schizophrenia terdapat :
1)Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogentik atau pun somatik.
2)Superego di kesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan IQ yang berkuasa dan terjadi suatu regress.
3)Kehilangan kapasitas untuk pemindahan (“Transference”) sehingga therapy psikoanalitik tidak mungkin.
g.Eugene Bleuler
Bleuler menganggap bahwa gejala-gejala primer merupakan manifestasi penyakit badaniah (yang belum diketahui apa sebenarnya, yang masih merupakan hipotesa), sedangkan gejala-gejala sekunder adalah manifestasi dari usaha penderita ini secara psikologis dapat dimengerti.
(Yumizone, 2009, ¶ 2 dan 3, hhtp://www.wordpress.com, diperoleh tanggal 27 Maret 2011).

3.Gejala-gejala Schizophrenia
Menurut Hawari, Psikiater, gejala schizophrenia dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
a.Gejala Negative Schizophrenia
1)Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “datar”
2)Menarik diri atau mengasingkan diri
3)Kontak emosional amat “miskin” sukar diajak bicara, pendiam
4)Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
5)Sulit dalam berpikir abstrak.
6)Tidak ada/ kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif.
b.Gejala positif Schizophrenia
1)Delusi atau waham
2)Halusinasi
3)Kekacauan alam pikiran
4)Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar mandir, agresif, bicara dengan semangat berlebihan.
5)Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba hebat, dan sejenisnya.
6)Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
7)Menyimpan rasa permusuhan
(Yasir, 2008, ¶ 5, http://www.blogspot.com, diperoleh tanggal 01 April 2011).

4.Jenis-jenis Schizophrenia
Menurut Kraepelin, Schizophrenia terbagi menjadi beberapa jenis yang digolongkan menurut gejala utama yang terdapat padanya(Maramis, 2005) :
a.Schizophrenia Simplex
Gejala utamanya adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan
b.Schizophrenia Hibrepetik
Gejala utamanya adalah gangguan proses berpikir, kemauan dan adanya depersonalisasi.
c.Schizophrenia Katatonik
Sering di dahului oleh stress emosional, mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d.Schizophrenia Paranoid
Gejala yang mencolok adalah waham dan halusinasi, namun bila diperiksa dengan teliti terdapat proses berpikir, afek dan kemauan.
e.Schizophrenia Afektif
Disamping terdapat gejala Schizophrenia terdapat menonjol, secara bersamaan gejala depresi atau mania.
f.Episoda Schizophrenia Akut
Gejala Schizophrenia timbul mendadak sekali dan klien dalam keadaan mimpi.
g.Schizophrenia Residual
Schizophrenia dengan gejala-gejala primernya. Tetapi tidak jelas adanya gejala sekunder.

5.Karakteristik Schizophrenia Residual
Ada beberapa karakteristik yang khusus pada Schizophrenia residual, yaitu :
a.Pembicaraan yang kacau.
b.Gangguan afek dan mudah tersinggung.
c.Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan.
d.Mempunyai kelemahan kemauan dan tidak dapat mengambil keputusan serta tidak dapat bertindak.
e.Sikap negatif atau berlawanan terhadap suatu permintaan.
f.Menarik diri dari realitas.
g.Halusinasi yang mengancam klien berbuat sesuatu.
Akibat gejala-gejala yang timbul diatas akan dapat mempengaruhi dalam proses interaksi dengan lingkungan sekitar pada klien gangguan Schizophrenia residual.
(Petra, 2007, ¶ 8, http://www. Jiunkpe pdf.co.id, diperoleh pada tanggal 25 Maret 2011).


B.Konsep Dasar Cemas
1.Definisi Kecemasan
Cemas adalah sebagai emosi tanpa obyek yang spesifik, penyebabnya tidak diketahui, dan didahului oleh pengalaman baru. Sedangkan takut mempunyai sumber yang jelas dan obyeknya dapat didefinisikan. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam dan cemas merupakan respon emosi terhadap penilaian tersebut. Lebih jauh dikatakan pula, kecemasan dapat dikomunikasikan dan menular, hal ini dapat mempengaruhi hubungan terapeutik perawat klien (Stuart and Sundeen, 2001).
Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi dalam berbagai situasi kehidupan maupun gangguan sakit. Selain itu kecemasan dapat menimbulkan reaksi tubuh yang akan terjadi secara berulang seperti rasa kosong di perut, sesak nafas, jantung berdebar, keringat banyak, sakit kepala, rasa mau buang air kecil dan buang air besar. Perasaan ini disertai perasaaan ingin bergerak untuk lari menghindari hal yang dicemaskan (Stuart and Sundeen, 2001).
Kecemasan adalah gejala yang tidak spesifik dan aktivitas saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan, ancaman tidak spesifik yang sering ditemukan dan sering kali merupakan suatu emosi yang normal (Carpenito, 2000).
Kecemasan (anxiety) adalah gangguan akan perasan (affective) yang ditandai dengan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkepanjangan. Tidak mengalami gangguan dinilai realitas (realitas testing ability) masih baik, berkepribadian masih tetap utuh, prilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2001).
Kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari (Suliswati, 2005).
Cemas adalah keadaan di mana seseorang mengalami perasaan gelisah atau cemas dan aktivitas saraf otonom dalam berespon terhadap ancaman tak jelas, tak spesifik (Carpenito, 2000).
Cemas didefinisikan sebagai suatu energi yang tidak dapat diukur, namun dapat dilihat secara tidak langsung melalui tindakan individu tersebut (Stuart dan Sundeen, 2002).
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu respon dari setiap individu untuk melakukan sebuah koping kearah yang bersifat positif atau menguntungkan individu tersebut.
(Hawari, 2001, ¶ 1, http://www.scribd.com, diperoleh pada tanggal 30 Maret 2011).

2.Macam-Macam Kecemasan
Kartono (2003) membagi kecemasan dalam dua jenis yaitu sebagai berikut:
a.Neurotis
Adalah kecemasan erat dengan mekanisme-mekanisme pelarian diri yang negatif juga banyak disebabkan oleh perasaan bersalah dan berdosa, serta konflik emosional yang serius dan kronis berkesinambungan, frustasi dan tekanan batin.
b.kecemasan Psikotis
Adalah kecemasan karena merasa terancam hidupnya dan kacau balau ditambah kebingungan yang hebat disebabkan oleh depersonalisasi dan disorganisasi psikis.

3.Rentang Respon Kecemasan
Kecemasan berhubungan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kondisi ini dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Tingkat kecemasan sendiri menurut Stuart & Sundeen (2002) adalah sebagai berikut:
a.Cemas Ringan
Cemas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Respon kecemasan yang muncul antara lain: berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Respon kecemasan yang muncul antara lain:
1)Respon fisiologis: Nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan pipi bergetar.
2)Respon kognitif: Lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsangan, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara selektif.
3)Respon perilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan dan suara kadang-kadang meninggi.
Kriterianya adalah berdebar-debar, tegang, gelisah, banyak bicara dan bertanya, tremor halus pada tangan, tidak dapat duduk tenang dan suara kadang-kadang meninggi.
b.Cemas Sedang
Cemas sedang: lahan persepsi seseorang terhadap lingkungan menurun. Seseorang lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengenyampingkan hal lain. Respon kecemasan yang muncul antara lain:
1)Respon Fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare / konstipasi dan gelisah.
2)Respon Kognitif: lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsangan dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.
3)Respon Perilaku dan Emosi: gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan lebih nyaman.
Kriterianya adalah mulut kering, anoreksia, badan bergetar, ekspresi wajah ketakutan, gelisah, tidak mampu rileks, sukar tidur, meremas-remas tangan, banyak bicara dan volume suara meninggi.
c.Cemas Berat
Cemas berat adalah seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan yang terperinci dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Respon yang tampak antara lain:
1)Respon Fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat, sakit kepala, penglihatan kabur, tegang, palpitasi, sakit dada / rasa tercekik dan pucat.
2)Respon Kognitif: lapang persepsi sempit
3)Respon Perilaku dan Emosi: perasaan ancaman meningkat, bicara terlalu cepat, marah, ketakutan dan kehilangan kontrol.
Kriterianya adalah nafas pendek, rasa tercekik, sakit kepala, cepat tersinggung, marah, mual, bicara terus dan sukar dimengerti.
d.Panik
Panik adalah Lahan persepsi menjadi sangat sempit. Seseorang cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengenyampingkan hal lain. Seseorang tersebut tidak mampu berpikir keras lagi dan membutuhkan banyak pengarahan. Respon yang tampak antara lain:
1)Respon Fisiologis: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, sakit kepala, berkeringat, penglihatan kabur, tegang, palpitasi, sakit dada dan motorik rendah.
2)Respon Kognitif: lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu menyelesaikan masalah.
3)Respon Perilaku dan Emosi: perasaan ancaman meningkat, bicara terlalu cepat, blocking, agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan kendali atau kontrol diri dan persepsi kacau.
Kriterianya adalah: nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, sakit kepala, penglihatan kabur, mual dan muntah, menyalahkan oranng lain, cepat tersinggung, perilaku diluar kesadaran dan sukar tidur.
(Raudha, 2009, ¶ 2 dan 4, http://www.raudhatunnaim.com, diperoleh pada tanggal 30 April 2011).

4.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Respon Kecemasan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tentang kecemasan diantaranya sebagai berikut :
a.Faktor predisposisi
Menurut Stuart and Sundeen (2002), teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab kecemasan adalah :
1)Teori Psikoanalitik
Menurut Freud struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen yaitu id, ego, dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma- norma budaya seseorang, sedangkan ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari id dan super ego. Ansietas merupakan konflik emosional antara id dan super ego yang berfungsi untuk memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.
2)Teori Interpersonal
Kecemasan terjadi dari ketakutan akan pola penolakan interpersonal. Hal ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa perkembangan atau pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan berat (Stuart&Sundeen, 2002).
3)Teori Prilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli perilaku menganggap ansietas merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan masa dewasanya (Smeltzer&Bare, 2001).
4)Teori Keluarga
Intensitas cemas yang dialami oleh individu kemungkinan memiliki dasar genetik. Orang tua yang memiliki gangguan cemas tampaknya memiliki resiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan cemas. Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang bisa ditemui dalam suatu keluarga.

b.Faktor Presipitasi
Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan atau juga diletakkan didalam memelihara keseimbangan kehidupan manusia. Pengalaman kecemasan seseorang tidak sama pada beberapa situasi.
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi faktor presipitasi yang dapat menimbulkan kecemasan antara lain faktor internal (Stuart & Sundeen, 2002) :
a.Faktor Internal
1)Potensi Stressor
Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi (Smeltzer&Bare, 2001).
2)Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan (Hambly, 2005).
3)Pendidikan Dan Status Ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru (Stuart&Sundeen, 2002).
4)Keadaan Fisik
Seseorang yang akan mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami kecemasan, di samping itu orang yang mengalami kelelahan fisik mudah mengalami kecemasan (Oswari, 2002).
5)Tipe Kepribadian
Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri- ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung, otot- otot mudah tegang. Sedang orang dengan tipe kepribadian B mempunyai ciri- ciri berlawanan dengan tipe kepribadian A. Karena tipe keribadian B adalah orang yang penyabar, teliti, dan rutinitas (Stuart&Sundeen, 2002).
6)Lingkungan Dan Situasi
Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang biasa dia tempati (Hambly, 2005).
7)Umur
Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.
8)Jenis Kelamin
Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik. Gangguan ini lebih sering dialami oleh wanita daripada pria.
(Syam, 2010, ¶ 6, http://www.blogspot.com, diperoleh pada tanggal 01 April 2011).

5.Karakteristik Cemas
Menurut Hawari (2001) untuk mengetahui sejauhmana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau panik, maka digunakan alat ukur yang dikenal dengan Hamilton Ansiety Rating Scale (HARS).
Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0 – 4, yang artinya adalah :
PNilai 0 = Tidak Ada Gejala (Keluhan)
1.= Gejala Ringan
2.= Gejala Sedang
3.= Gejala Berat
4.= Gejala Berat Sekali
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui teknik wawancara langsung. Masing-masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu :
Total Nilai (score) : Kurang dari 14 = Tidak Ada kecemasan
14 – 20 = Kecemasan Ringan
21 – 27 = Kecemasan Sedang
28 – 41 = kecemasan Berat
42 – 56 = kecemasan Berat Sekali
Adapun hal-hal yang dinilai dengan alat ukur skala HARS ini adalah gejala yang meliputi (Hawari, 2001) :
Gejala Kecemasan Nilai Angka (Score)

A.Perasaan Cemas 01234
 Cemas
 Pirasat buruk
 Takut akan pikiran sendiri
 Mudah tersinggung
B.Ketegangan 01234
 Merasa tegang
 Lesu
 Tidak bisa istirahat
 Mudah terkejut
 Mudah menangis
 Gemetar
 Gelisah
C.Ketakutan 01234
 Pada gelap
 Pada orang asing
 Ditinggal sendiri
 Pada binatang besar
 Pada keramaian lalu lintas
 Kerumunan orang banyak
D.Gangguan Tidur 01234
 Sukar tidur
 Terbangun dimalam hari
 Tidur tidak nyenyak
 Bangun dengan lesu
 Mimpi buruk
 Mimpi menakutkan
E.Gangguan Kecerdasan 01234
 Sukar konsentrasi
 Daya ingat buruk
 Daya ingat menurun
F.Perasaan Depresi atau Murung 01234
 Hilangnya minat
 Berkurang kesenangan pada hobi
 Sedih
 Bangun dini hari
 Perasaan sering berubah – ubah sepanjang hari
G.Gejala Somatik (Otot) 01234
 Sakit dan nyeri otot
 Kaku
 Gigi gemerutuk
 Suara tidak stabil
H.Gejala Sensorik 01234
 Telinga berdengung
 Penglihatan kabur
 Muka merah atau pucat
 Merasa lemas
 Perasaan ditusuk – tusuk
I.Gejala Kardivaskuler 01234
 Takikardi (denyut jantung cepat)
 Jantung berdebar-debar
 Nyeri dada
 Denyut nadi mengeras
 Rasa lesu dan lemas seperti mau pingsan
 Detak jantung menghilang atau behenti sekejap
J.Gejala Pernafasan 01234
 Rasa tertekan atau sempit di dada
 Rasa tercekik
 Sering menarik nafas
 Nafas pendek atau sesak
K.Gejala Gestrointestinal 01234
 Sulit menelan
 Perut melilit
 Gangguan pencernaan
 Nyeri sebelum dan sesudah makan
 Perasaan terbakar diperut
 Rasa penuh atau kembung
 Mual
 Muntah
 Buang air besar lembek
 Sukar buang air besar
 Kehilangan berat badan
L.Gejala Urogenital dan Kelamin 01234
 Sering buang air kecil
 Tidak dapat menahan air seni
 Tidak datang bulan atau haid
 Darah haid berlebihan
 Masa haid berkepanjangan
 Masa haid amat pendek
 Haid beberapa kali dalam sebulan
 Menjadi dingin (Frigid)
 Ejakulasi dini
 Ereksi melemah
 Ereksi hilang
 Impotensi
M.Gejala Autonom 01234
 Mulut kering
 Muka merah
 Muka berkeringat
 Kepala pusing
 Kepala terasa berat
 Kepala terasa sakit
 Bulu-bulu berdiri
Jumlah Nilai Angka (Total Score) =

C.Konsep Keluarga
1.Definisi Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan yang saling ketergantungan.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau pengangkatan dan hidup dalam rumah tangga dan berinteraksi satu sama lain dan dalam perannya menciptakan dan mempertahankan kebudayaan(Bailon dan Maglaya, 2006).
Menurut UU No. 10 tahun 1992 Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami-istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih secara bersama karena suatu ikatan lahir dan emosional dan setiap individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga(Friedman, 2008).
Keluarga dapat dikatakan harmonis jika para anggota didalamnya bisa berhubungan secara serasi dan seimbang, saling memuaskan kebutuhan anggota lainnya serta memperoleh kepuasan atas segala kebutuhannya.

2.Struktur Keluarga
Menurut Efendi, (2003) Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam :
a.Patrilineal adalah keluarga yang sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui garis ayah.
b.Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara beberapa generasi yang disusun melalui garis ibu.
c.Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal dengan keluarga istri.
d.Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal dengan keluarga suami.
e.Kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar dari pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

3.Type Atau Bentuk Keluarga
Menurut Efendi, (2003) type atau bentuk keluarga yaitu:
a.Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
b.Keluarga besar adalah keluarga inti ditambah sanak saudara.
c.Keluarga berantai adalah keluarga yang terdiri-dari suami atau istri yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan keluarga inti.
d. Singgle family adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
e.Keluarga berkomposisi adalah keluarga dengan perkawinan berpoligami yang hidup secara bersama-sama.
f.Keluarga kabitas adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk satu keluarga.

4.Peran Keluarga
Suatu perilaku yang bersifat homogen yang diharapkan secara normatif oleh seorang ocupan (Seseorang yang memegang suatu posisi dalam struktur sosial) dalam situasi sosial tertentu. Posisi atau status sosial didefinisikan sebagai tempat seseorang dalam sistem sosial. Dalam pelaksanaan peran berkenaan dengan siapa pemegang kekuasaan keluarga (Friedman, 2008).
Peran dalam keluarga memberikan tujuan homeostasis, homeostasis ini mengacu pada pemanfaatan mekanisme regulator oleh keluarga untuk mengatur keseimbangan dalam keluarga (Friedman, 2008). Turner menyatakan jika keluarga tidak menyatakan atau melaksanakan peranya maka keluarga akan menjadi ketergantungan terhadap keberadaan peran-peran diluar keluarga (Misalkan petugas kesehatan).
(Kolomayah, 2005, ¶ 1 dan 5, http://www.kolomayah.com, diperoleh pada tanggal 28 Maret 2011).

5.Peran Keluarga Dalam Kesehatan
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai peran dan tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan yang meliputi :
a.Mengenal Masalah Kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan sehat dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam keluarga (Suprajitno, 2004).
Menurut Notoadmojo, 2005 diartikan sebagai pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau diketahui sebelumnya. Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.
b.Memutuskan Tindakan Yang Tepat Bagi Keluarga
Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno, 2004). Friedman, 2008 menyatakan kontak keluarga dengan sistem akan melibatkan lembaga kesehatan profesional ataupun praktisi lokal (Dukun) dan sangat bergantung pada:
1)Apakah masalah dirasakan oleh keluarga ?
2) Apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dihadapi salah satu anggota keluarga ?
3)Apakah kepala keluarga takut akibat dari terapi yang dilakukan terhadap salah satu anggota keluarganya ?
4) Apakah kepala keluarga percaya terhadap petugas kesehatan?
5) Apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk menjangkau fasilitas kesehatan?
c.Memberikan Perawatan Terhadap Keluarga Yang Sakit
Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran atau tangung jawabnya secara penuh, Pemberian perawatan secara fisik merupakan beban paling berat yang dirasakan keluarga (Friedman, 2008). Suprajitno menyatakan bahwa keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga. Dirumah keluarga memiliki kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama. Untuk mengetahui dapat dikaji :
1)Apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien?
2)Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang diperlukan pasien ?
3)Bagaimana sikap keluarga terhadap pasien? (Aktif mencari informasi tentang perawatan terhadap pasien)
(Irwan, 2007, ¶ 8,http://www.irwanashari.com, diperoleh pada tanggal 28 Maret 2011.)


BAB III
KERANGKA KONSEP DAN METODOLOGI PENELITIAN

A.Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal yang khusus. Oleh karena itu konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui konstruk atau yang lebih dikenal dengan nama variable. Jadi variable adalah symbol atau lambang yang menunjukan nilai atau bilangan dari konsep (Notoatmodjo, 2010).

B.Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2008).

Apapun tingkat kecemasan sendiri menurut Stuart & Sundeen (1998) adalah sebagai berikut:
a.Cemas Ringan
b.Cemas Sedang
c.Cemas Berat
d.Cemas Berat Sekali (Panik)
Untuk klasifikasi tingkat kecemasan ini bisa dilihat dari karakteristik cemas dibawah ini :
a.Perasaan Cemas
b.Ketegangan
c.Ketakutan
d.Gangguan Tidur
e.Gejala Kardivaskuler
f.Gejala Pernafasan
g.Gejala Gestrointestinal
h.Gejala Urogenital dan Kelamin.

Kuesioner
14 – 20 = Ringan
21 – 27 = Sedang
28 – 41= Berat
42 – 56= Berat Sekali (Hawari 2001)

C.Metode Penelitian
Metode adalah rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola untuk menegaskan bidang keilmuan, sering kali disebut metode ilmiah (Nursalam, 2008). Metode penelitian adalah usaha untuk menjawab permasalahan, membuat suatu yang masuk akan, memahami peraturan dan memprediksi keadaan dimasa yang akan datang (Nursalam, 2008).
1.Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Notoatmodjo, 2003).
2.Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu misalnya, umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah : Tingkat Kecemasan Keluarga Yang Memiliki Anggota Keluarga Dengan Skizofrenia Residual.

D.Populasi dan Sampel Penelitian
1.Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang akan diteliti (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini populasinya adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual. Keluarga pasien yang datang ke Poli Jiwa Rumah Sakit Umum Kelas B Kabupaten Subang, dimana selama 6 bulan (September 2010 sampai dengan Februari 2011) dengan jumlah 156 keluarga responden. Rata – rata kunjungan setiap bulannya adalah 26 orang, adapun populasi bulan april yaitu 26 orang.
2.Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan total sampling artinya semua populasi dijadikan sebagai sampel yaitu seluruh anggota keluarga klien yang menggalami skizofrenia residual diPoliklinik Jiwa RSUD Subang.

E.Pengumpulan Data
1.Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh melalui kuisioner. Kuisioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden (Arikunto, 2006).
Kuisioner yang akan digunakan yaitu untuk mengukur tingkat pengetahuan keluarga yang dijabarkan dalam bentuk pertanyaan, responden diminta untuk memberikan respon dengan cara menceklis pertanyaan yang dianggap benar/sesuai. Instrumen yang digunakan peneliti merupakan
Self Administratif/questionnire dimana responden mengisi kuisioner sendiri, sebelum angket digunakan responden diberikan kesempatan untuk bertanya, mengatakan kesediaannya dalam berpartisipasi. Bila responden telah bersedia, maka responden diminta untuk mengisi surat persetujuan (Informed consent), dan selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuisioner dengan memilih alternatif jawaban dari setiap pertanyaan. Untuk memudahkan proses pengisian kuisioner peneliti mendampingi dan membantu proses pengisian kuisioner seperti membacakan atau mencatatkan hasil pilihan klien.
2.Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat–alat yang digunakan untuk pengumpulan data sumber (penderita). Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang berisi daftar pertanyaan. Dalam penelitian ini peneliti membuat instrument penelitian berupa kuesioner tentang kecemasan keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual di Poliklinik Jiwa RSUD Kelas B Kabupaten Subang yaitu : Ya dan Tidak. Instrumen yang digunakan peneliti merupakan self administrated Questionnaire, dimana responden diberikan kesempatan untuk bertanya serta mengatakan kesediannya dalam berpartisipasi. Bila responden telah bersedia, maka responden diminta untuk mengisi surat persetujuan (informed consent) dan selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner dengan memilih alternatif jawaban dan setiap pertanyaan. Untuk memudahkan proses pengisian kuesioner peneliti mendampingi dan membantu proses pengisian kuesioner seperti membacakan atau mencatatkan hasil klien.

F.Pengolahan Data
Teknik analisa data ini menggunakan beberapa tahapan sebagai berikut :
1.Pengeditan (editing)
Proses editing dilakukan setelah data terkumpul dan dilakukan dengan memeriksa kelengkapan data, memeriksa kesinambungan data, dan keseragaman data.
2.Pengkodean (Coding)
Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data, semua jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan simbol-simbol tertentu, untuk setiap jawaban (pengkodean).
Yang dipergunakan untuk pengkodean ini yaitu pada kalimat yang bersifat positif (+) dengan rincian sebagai berikut :
Jawaban Ya = Nilai 1
Tidak = Nilai 0
3.Pemprosesan ( processing)
Penelitian melakukan proses data agar dapat di analisis dengan cara memasukan data hasil kuesioner ke dalam kolom-kolom yang telah disediakan terlebih dahulu dan dihitung hasilnya secara manual.
4.Pembersihan (cleaning)
Selanjutnya peneliti melakukan pembersihan data dengan mengecek kembali data yang sudah di hitung kemudian di masukan ke dalam komputer.
5.Tabulating Data
Setelah selesai pembuatan kode selanjutnya dengan pengolahan data kedalam satu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki yang mana sesuai dengan tujuan penelitian.

G.Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat yaitu analisa data yang mendeskripsikan atau menggambarkan data tersebut.
Adapun penentuan kategori penelitian menurut Hawari (2001) sesuai total nilai (score) menurut HARS sebagai berikut :
1.Kurang dari 14 = Tidak Ada kecemasan
2.14 – 20 = Kecemasan Ringan
3.21 – 27 = Kecemasan Sedang
4.28 – 41 = Kecemasan Berat
5.42 – 56 = Kecemasan Berat Sekali

H.Etika Penelitian
Penelitian memberikan hak-hak responden dengan cara menjamin kerahasian identitas responden, sebelumnya peneliti memberikan penjelasan tujuan dan manfaat penelitian serta memberikan hak untuk menolak di jadikan responden penelitian.
Untuk mencegah timbunya masalah, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1.Inform concent yang berarti sebelum melakukan penelitian, peneliti memberikan penerangan dan penjelasan kepada reponden tentang penelitian, jika responden setuju maka diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti .
2.Anonymity yang berarti bahwa kuesioner diisi oleh responden tanpa memberikan data diri secara khusus (tidak mencantumkan nama responden.
3.Privacy yang berarti bahwa identitas responden tidak akan di ketahui oleh orang lain dan bahkan mungkin oleh peneliti itu sendiri sehingga responden dapat secara bebas untuk menentukan jawaban dari kuesioner.
4.Bebas dari bahaya dimana peneliti ini tidak akan berdampak secara langsung terhadap responden.

I.Lokasi dan waktu penelitian
1.Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Jiwa RSUD Kabupaten Subang Kelas B.
2.Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 14 Juni sampai 10 Juli 2011


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Penelitian
1.Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dilaksanakan di poliklinik psikiatri RSUD Subang pada tanggal 14 juni – 10 juli 2011 dapat dilihat dari tabel berikut :

Distribusi 26 Responden Berdasarkan Tingkat Usia
No Usia Tingkat Kecemasan Jumlah Persentasi
Ringan Sedang Berat
1. 12-19 tahun (Remaja) 3 0 1 4 15,4%


2. 20 – 30 Tahun(Dewasa Muda) 7 12 3 22 84,6%

Jumlah 10 12 4 26 100%

Berdasarkan tabel diatas responden dengan Kelompok Umur 20 – 30 tahun (Dewasa Muda) menunjukan presentasi yaitu 84,6% responden, diantaranya dengan tingkat kecemasan Ringan 7 orang (27%), tingkat kecemasan Sedang 12 orang (46,2%) dan tingkat kecemasan Berat 3 orang (11,5%). Sedangkan Kelompok Umur 12 – 19 tahun (Remaja) menunjukan 15,4% responden, diantaranya dengan tingkat kecemasan Ringan 3 orang (11,5%), tingkat kecemasan Sedang tidak ada dan tingkat kecemasan Berat 1 orang (3,8%). Dengan demikian Responden dengan Kelompok Umur 20 – 30 tahun (Dewasa Muda) menunjukan presentasi yang cukup tinggi yaitu 22 orang (84,6%) dengan kategori tingkat kecemasan yang terbanyak adalah Kecemasan Sedang dengan jumlah 12 responden

Distribusi 26 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Tingkat Kecemasan Jumlah Persentasi(&)
Ringan Sedang Berat
1. Laki – Laki 5 4 0 9 34,6%
2. Perempuan 5 8 4 17 65,4%

Jumlah 10 12 4 26 100%

Berdasarakan tabel diatas menunjukan bahwa Responden jenis kelamin laki – laki yang memiliki tingkat kecemasan Ringan 5 orang (19,2%), tingkat kecemasan Sedang 4 orang (15,4%) dan tingkat kecemasan Berat tidak ada. Sedangkan jenis kelamin perempuan yang memiliki tingkat kecemasan Ringan 5 orang (19,2%), tingkat kecemasan Sedang 8 orang (30,8%) dan tingkat kecemasan Berat 4 orang (15,4%). Dengan demikian yang berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah jenis kelamin Perempuan sebanyak 17 orang ataupun bila di persentasikan sekitar 57,7% dengan kategori tingkat kecemasan yang terbanyak adalah Kecemasan Sedang dengan jumlah 12 responden.

Distribusi 26 Responden Berdasarkan Pendidikan
No Pendidikan Tingkat Kecemasan Jumlah Persentasi(%)
Ringan Sedang Berat
1. SD 5 8 2 15 61,5%
2. SMP 0 2 2 4 11,5%
3. SMA 0 5 0 5 19,2%
4. Perguruan Tinggi 2 0 0 2 7,7%

Jumlah 7 15 4 26 100%

Berdasarkan tabel diatas menunjukan 61,5% pendidikan responden adalah Sekolah Dasar dengan tingkat kecemasan Ringan 5 orang (19,2%), tingkat kecemasan Sedang 8 orang (30,8%) dan tingkat kecemasan Berat 2 orang (7,7%). Dari Sekolah Menengah Pertama 11,5% dengan tingkat kecemasan Ringan tidak ada, dengan tingkat kecemasan Sedang 2 orang (7,7%) dan tingkat kecemasan Berat 2 orang (7,7%). Dari Sekolah Menengah Atas 19,2% dengan tingkat kecemasan Ringan dan Berat tidak ada, sedangkan tingkat kecemasan Sedang 5 orang (19,2%). Responden yang lulusan Perguruan Tinggi sebanyak 7,7% dengan tingkat kecemasan Ringan 2 orang (7,7%), sedangkan untuk tingkat kecemasan Sedang dan Berat Tidak ada. Maka, dengan kategori tingkat kecemasan yang terbanyak adalah Kecemasan Sedang dengan jumlah 15 responden (57,7%).

Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan
No Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase (%)
1. Ringan 10 38,5%
2. Sedang 12 46,2%
3. Berat 4 15,3%

Jumlah 26 100%

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwasanya Frekuensi Tingkat Kecemasan terbanyak adalah Kecemasan Sedang yaitu dengan jumlah responden 12 atau 46,2%.

B.Pembahasan
1.Karekteristik Responden
a.Berdasarkan Usia
Berdasarkan tingkat usia didapatkan bahwa responden dengan kelompok usia < 20 tahun yaitu sebanyak 3 orang (11,5%) yang memiliki tingkat kecemasan Ringan, tidak ada responden yang memiliki tingkat kecemasan Sedang dan responden yang mempunyai tingkat kecemasan Berat yaitu 1 orang (3,8%), sedangkan dengan kelompok usia > 21 tahun yaitu yang mempunyai tingkat kecemasan Ringan sebanyak 7 orang (27%), adapun yang mempunyai tingkat kecemasan Sedang yaitu 12 orang (46,2%) dan yang mempunyai tingkat kecemasan Berat yaitu ada 3 orang (11,5%).
Namun dengan faktor usia lanjut dilapangan peneliti justru menemukan fakta tidak selamanya responden dengan tingkat usia yang lebih muda merasakan cemas yang memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

b.Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa laki – laki yang memiliki Tingkat Kecemasan Ringan yaitu 5 orang (19,2%), sedangkan laki – laki yang memiliki Tingkat Kecemasan Sedang yaitu 4 orang (15,4%) dan laki – laki yang memiliki Tingkat Kecemasan Berat yaitu 2 orang (7,7%). Adapun untuk jenis Kelamin Perempuan yang memiliki Tingkat Kecemasan Ringan yaitu 5 orang (19,2%), sedangkan Perempuan yang memiliki Tingkat kecemasan Sedang yaitu 8 orang (30,8%) dan Perempuan yang memiliki Tingkat Kecemasan Berat yaitu 2 orang (7,7%).
Menurut Stuart & Sunden, bahwa gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yang ditandai oleh kecemasan yang spontan dan gangguan ini lebih sering dialami oleh wanita dari pada pria, karena sesuai dengan kenyataan bahwa suasana hati (Mood) nya perempuan lebih sensitif dari pada laki – laki selain itu juga perempuan tercipta dari tulang rusuk laki – laki.

c.Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan tingkat pendidikan didapatkan bahwasanya responden yang pendidikannya Sekolah Dasar (SD) sebanyak 15 orang (57,7%) dengan kategori Ringan yaitu 8 orang (30,8%), kategori Sedang yaitu 5 orang (15,2%) dan kategori Berat yaitu 2 orang (7,7%). Responden yang pendidikannya Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan kategori Ringan tidak ada,sedangkan dengan kategori Sedang yaitu 2 orang (7,7%) dan dengan kategori Berat yaitu 2 orang (7,7%). Responden yang pendidikannya Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan kategori tingkat kecemasan Ringan dan berat tidak ada, sedangkan dengan kategori Sedang yaitu 5 orang (19,2%). Responden yang pendidikannya Perguruan Tinggi dengan kategori Ringan yaitu 2 orang (7,7%) sedangkan dengan kategori Sedang dan Berat tidak ada. Secara umum responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup, hal ini bisa dijadikan sebagai modal (faktor pendukung) untuk membantu pasien yang mengalami gangguan jiwa tentang masalah kesehatanya. Persentasi responden dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar lebih besar yaitu 57,7% dan SMA 19,2% bila dibandingkan dengan Perguruan Tinggi yang hanya mencapai 7,7%.
Menurut Stuart&Sundeen, 2002, tingkat pendidikan akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru.



BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.Responden dengan kategori tingkat kecemasan yang terbanyak adalah kecemasan sedang dengan jumlah 12 responden (46,2%) yaitu kelompok umur 20 – 30 tahun (Dewasa Muda).
2.Responden dengan kategori tingkat kecemasan sedang dengan jumlah 12 responden (46,2%) adalah jenis kelamin perempuan yaitu 17 orang (65,4%),.
3.Responden dengan kategori tingkat kecemasan terbanyak adalah kecemasan sedang dengan jumlah 15 responden (57,7%) yang berpendidikan sekolah dasar (SD).
Dari beberapa kesimpulan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa rata – rata responden dengan kelompok umur >21 tahun, dan jenis kelamin perempuan serta berpendidikan sekolah dasar (SD) mayoritas mengalami kecemasan sedang yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual.

B.Saran
Dari hasil penelitian dan pembahasan serta kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan saran kepada :
1.Bagi Institusi Pendidikan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan dibagian keperawatan jiwa dan sebagai sumber bacaan dimasa yang akan datang.
2.Institusi Pelayanan Kesehatan.
Sebagai masukan bagi perawat pelaksana Unit Pelayanan Keperawatan Jiwa di poliklinik jiwa RSUD Subang dalam rangka mengambil kebijakan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan khususnya pada klien yang mengalami Skizofrenia Residual.
3.Bagi Keluarga.
Hasil penelitian ini dapat menambah informasi keluarga tentang kecemasan dengan gangguan jiwa (khususnya mengenai gambaran tentang kecemasan keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan skizofrenia residual).