Rabu, 13 Juli 2011

DEFINISI SINDROM DOWN
Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
[sunting] Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
[sunting] Pemeriksaan diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
Pemeriksaan fisik penderita
Pemeriksaan kromosom
Ultrasonografi (USG)
Ekokardiogram (ECG)
Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
[sunting] Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
Aktivitas motorik Umur rata-rata Kisaran umur
Tengkurap , mengangkat leher 1 bulan 0 - 3 bulan
Mampu mengangkat kepala 2 bulan 1 - 4 bulan
Berguling dari telntang telungkup 4 bulan 3 - 6 bulan
Kembli telntang setlah telungkup 5 bulan 4 - 7 bulan
Duduk dibantu (didudukkan) 5 bulan 4 - 7 bulan
Duduk sendiri 6 bulan 5 - 9 bulan
Merangkak pada perut 7 bulan 5 - 10 bulan
Mrangkak dengan tangan dan kaki 8 bulan 6 - 11 bulan
Mampu berdiri dengan bantuan 9 bulan 6 - 12 bulan
Titah (berjalan dengan dipandu) 11 bulan 9 - 14 bulan
Berjalan (sendiri) 12 bulan 9 - 17 bulan
Lari 15 bulan 13 - 20 bulan
Melompat (pada dua kaki) 24 bulan 17 - 34 bulan
Menendang bola 24 bulan 18 - 30 bulan
Naik tangga 30 bulan 28 - 36 bulan
Naik sepeda roda tiga 36 bulan 30 - 48 bulan
B. ETIOLOGI
Sindrom Down banyak dilahirkan oleh ibu berumur tua (resiko tinggi), ibu-ibu di atas 35 tahun harus waspada akan kemungkinan ini. Angka kejadian Sindrom Down meningkat jelas pada wanita yang melahirkan anak setelah berusia 35 tahun ke atas. Sel telur wanita telah dibentuk pada saat wanita tersebut masih dalam kandungan yang akan dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut akil balik. 2
Pada saat wanita menjadi tua, kondisi sel telur tersebut kadang-kadang menjadi kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh sel telur laki-laki, sel benih ini mengalami pembelahan yang kurang sempurna. Penyebab timbulnya kelebihan kromosom 21 bisa pula karena bawaan lahir dari ibu atau bapak yang mempunyai dua buah kromosom 21, tetapi terletak tidak pada tempat yang sebenarnya, misalnya salah satu kromosom 21 tersebut menempel pada kromosom lain sehingga pada waktu pembelahan sel kromosom 21 tersebut tidak membelah dengan sempurna. 4
Faktor yang memegang peranan dalam terjadinya kelainan kromosom adalah:
1. Umur ibu : biasanya pada ibu berumur lebih dari 30 tahun, mungkin karena suatu ketidak seimbangan hormonal. Umur ayah tidak berpengaruh
2. Kelainan kehamilan
3. kelainan endokrin pada ibu : pada usia tua daopat terjadi infertilitas relative, kelainan tiroid. 2

C. PATOFISIOLOGI
Semua individu dengan sindrom down memiliki tiga salinan kromosom 21. sekitar 95% memiliki salinan kromosom 21 saja. Sekitar 1 % individu bersifat mosaic dengan beberapa sel normal. Sekitar 4 % penderita sindrom dowm mengalami translokasi pada kromosom 21. Kebanyakan translokasi yang mengakibatkan sindrom down merupakan gabungan pada sentromer antara kromosom 13, 14, 15. jika suatu translokasi berhasil diidentifikasi, pemeriksaan pada orang tua harus dilakukan untuk mengidentifikasi individu normal dengan resiko tinggi mendapatkan anak abnormal. 1

D. GEJALA KLINIS
Gejala yang biasanya merupakan keluhan utama dari orang tua adalah retardasi mental atau keterbelakangan mental (disebut juga tunagrahita), dengan IQ antara 50-70, tetapi kadang-kadang IQ bias sampai 90 terutama pada kasus-kasus yang diberi latihan. Pada bayi baru ahir, dokter akan menduga adanya Sindrom Down karena gambaran wajah yang khas, tubuhnya yang sangat lentur, biasanya otot-ototnya sangat lemas, sehingga menghambat perkembangan gerak bayi. Pada saat masih bayi tersebut sulit bagi seorang dokter untuk menentukan diagnosisnya, apalagi orang tuanya juga mempunyai mata yang sipit atau kecil. Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan kromosom dari sel darah putih.4
KOMPLIKASI
Kelainan bisa menyebabkan penderitanya mengalami kelainan fisik seperti kelainan jantung bawaan, otot-otot melemah (hypotonia), dan retardasi mental akibat hambatan perkembangan kecerdasan dan psikomotor. 7
J. PENCEGAHAN
Deteksi dini sindrom Down dilakukan pada usia janin mulai 11 minggu (2,5 bulan) sampai 14 minggu. Dengan demikian, orangtua akan diberi kesempatan memutuskan segala hal terhadap janinnya. Jika memang kehamilan ingin diteruskan, orangtua setidaknya sudah siap secara mental. 3
Para ibu dianjurkan untuk tidak hamil setelah usia 35 tahun. Memang ini merupakan suatu problem tersendiri dengan majunya zaman yang wanita cenderung mengutamakan karier sehingga menunda perkawinan dan atau kehamilan. Sangatlah bijaksana bila informasi ini disampaikan bersama-sama oleh petugas keluarga berencana.4
ASFIKSIA RINGAN

PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum adalah bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan Hipoksia serta sering berakhir dengan asidosis. Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tak dilakukan secara sempurna sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999).


B. ETIOLOGI
Pengembangan Paru BBL pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, maka akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Towel (1996) mengajukan Penggolongan Penyebab Kegagalan Pernapasan Pada bayi yang terdiri dari :
a. Faktor Ibu
1. Hipoksia Ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi dalam

2. Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya penga,liran O2 ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada kasus-kasus.
a) Gangguan kontrasi uterus, misalnya : Hipertensi, Hipotoni / uterus akibat penyakit atau obat
b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c) Hipertensi pada penyakit eklamsia.

b. Faktor Plasenta
Solusi plasenta. Perdarahan plasenta, dan lain-lain
c. Fator Fetus
Tali pusat menumbung lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor Neonatus
1. Pemakaian obat anastesi / analgetika yang berlebihan pada itu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin.
2. Trauma yang terjadi pada persalinan. Misalnya : Perdarahan Intra Cranial
3. Kelainan Kongenital. Misalnya : Hernia diafragmatika atresia saluran pernapasan hipoplasia paru dan lain-lain. (Wiknjosastro, 1999).


C. PERUBAHAN PATOFISIOLOGI DAN GANGGUAN KLINIS
Pernapasan Spontan BBL tergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan Pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode opnu (Primary Apnoe) disertai dengan penurunan frekuensi diikuti oleh pernapasan teratur. Pada penerita asfiksia berat. Usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.

Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-asam pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya menimbulkan asidosis respiraktonik. Bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an acrobic yang berupa glikolisis gukogen tubuh. Sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardio vaskuler yang disebabakan oleh beberapa keadaan diantarannya :

a. Hilangnya Sumber Glukogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
b. Terjadi asidosis metabolis akan menimbulkan kelemahan otot jantung
c. Pengisian udara alucolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya Resistensi Pembuluh darah Paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan demikian pula kesistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998)


Pada keadaan asfiksia yang perlu mendapat perhatian sebaiknya :
a. Menurunnya tekanan O2 darah (Pa O2)
b. Meningginya tekanan O2 darah (Pa O2)
c. Menurunya PH (akibat osidosis respirantorik dan metabolik)
d. Dipakainya sumber glukogen tubuh untuk metabolisme an-aerobic
e. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler
TINDAKAN PADA ASFIKSIA NEONATORUM
Tindakan yang dikerjakan pada lazim disebut resusitasi BBL sebelum resusitasi dikerjakan perlu diperhatikan bahwa :
a. Faktor waktu sangat penting
b. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia / hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia / hipoksia pascanatal harus dicegah dan diatasi.
c. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang fakta penyebab terjadinya depresi pernapasan pada BBL
d. Penilaian BBL perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara adekuat (Prawiroharjo, 2002).


E. PRINSIP DASAR RESUSITASI YANG PERLU DIINGAT IALAH :
a. Memberi lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernapasan tetes bebas serta merangsang timbulnya pernapasan
b. Memberi bantuan pernapasan secara efektif pada bayi yang menunjukan usaha pernapasan lemah
c. Melakukan koraksi terhadap asidosis yang terjadi
d. Menjaga agar sirkulasi tetap baik (Wiknjosastro, 1999)



F. CARA RESUSITASI
a. Letakkan bayi dilingkungan yang hangat keudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (sniffing positor)
d. Hisap lendir dengan menghisap lendir dec dari mulut apabila sudah bersih kemudian lanjutkan kehidung
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
f. Nilai Pernapasan

1. Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10, denyut jantung > 100 x /menit. Nilai warna kulit jika merah / sianosis perifer lakukan observasi. Apabila baru diberikan O2. denyut jantung <> 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan
2. 60-100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV
3. 60-100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV disertai kompresi jantung
4. <> 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan

l. Jika denyut jantung 0 atau <> 100x/menit hentikan obat
n. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis tiap 3-5 menit

o. Lakukan penilaian denyut jantung jika denyut jantung tetap / tidak respon terhadap diatas dan tanpa ada hiporolemi beri natrikus dengan dosis 2 MEG / Kg BB secara IV selama 2 menit.(Wiknjosastro, 1999)



TUMBUH KEMBANG PADA ANAK
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Dalam ilmu kesehatan anak istilah pertumbuhan dan perkembangan menyangkut semua aspek kemajuan yang dicapai oleh jazad manusia dari konsepsi sampai dewasa.Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam aspek fisis akibat multiplikasi sel dan bertambahnya jumlah zat interseluler. Oleh karena itu pertumbuhan dapat diukur dalam sentimeter atau incih dan dalam kilogram atau pound. Selain itu dapat pula diukur dalam keseimbangan metabolik, yaitu retensi kalsium dan nitrogen oleh badan. Perkembangan digunakan untuk menunjukkan bertambahnya keterampilan dan fungsi kompleks. Seseorang berkembang dalam pengaturan neuromoskuler, berkembang dalam mempergunakan tangan kanannya dan terbentuk pula kepribadiannya. Maturasi dan diferensiasi sering dipergunakan sebagai sinonim untuk perkembangan. Pertumbuhan fisis, sebagai pertumbuhan badan sebagai keseluruhan, Kroman menganjurkan 2 macam pemeriksaan pada anak, yaitu:
Pemeriksaan kesehatan medis (medical health examination)
Pemeriksaan kesehatan perkembangan (development health examination).
Pemeriksaan yang disebut pertama di atas menilai kondisi anak dari ada tidaknya penyakit, pemeriksaan yang disebut kedua dimaksudkan untuk menilai pertumbuhan fisis dan kedewasaannya dalam mental dan emosi. Walaupun pertumbuhan berlangsung terus secara tetap dari masa konsenpsi sampai dewasa, namun terjadi fluktuasi dalam kecepatan tumbuh seorang anak. Percepatan tumbuh yang mencapai maksimum terjadi pada akhir masa janin dan kemudian menurun terus sampai melewati masa bayi, kemudian timbul percepatan tumbuh lagi pada masa adolesensi yang kemudian menurun dan berhenti setelah mencapai umur dewasa
Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan AnakDapat dibagi dalam 2 bagian.
Faktor heredokonstitusionil
Faktor lingkungan (pranatal dan pascanatal)
a. Faktor heredokonstusionilGen yang terdapat di dalam nukleus dari telur yang dibuahi pada masa embrio mempunyai sifat tersendiri pada tiap individu. Manifestasi hasil perbedaan antara gen ini dikenal sebagai hereditas. DNA yang membentuk gen mempunyai peranan penting dalam transmisi sifat-sifat herediter. Timbulnya kelainan familial, kelainan khusus tertentu, tipe tertentu dan dwarfism adalah akibat transmisi gen yang abnormal. Haruslah diingat bahwa beberapa anak bertubuh kecil karena konstitusi genetiknya dan bukan karena gangguan endokrin atau gizi. Peranan genetik pada sifat perkembangan mental masih merupakan hal yang diperdebatkan. Memang hereditas tidak dapat disangsikan lagi mempunyai peranan yang besar tapi pengaruh lingkungan terhadap organisme tersebut tidak dapat diabaikan. Pada saat sekarang para ahli psikologi anak berpendapat bahwa hereditas lebih banyak mempengaruhi inteligensi dibandingkan dengan lingkungan.Sifat-sifat emosionil seperti perasaan takut, kemauan dan temperamen lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan dibandingkan dengan hereditas.1. Jenis kelaminPada umur tertentu pria dan wanita sangat berbeda dalam ukuran besar, kecepatan tumbuh, proporsi jasmani dan lain-lainnya sehingga memerlukan ukuran-ukuran normal tersendiri. Wanita menjadi dewasa lebih dini, yaitu mulai adolesensi pada umur 10 tahun, pria mulai pada umur 12 tahun.2. Ras atau bangsaOleh beberapa ahli antropologi disebutkan bahwa ras kuning mempunyai tendensi lebih pendek dibandingkan dengan ras kulit putih. Perbedaan antar bangsa tampak juga bila kita bandingkan orang Skandinavia yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang Italia.3. KeluargaTidak jarang dijumpai dalam suatu keluarga terdapat anggota keluarga yang pendek anggota keluarga lainnya tinggi.4. UmurKecepatan tumbuh yang paling besar ditemukan pada masa fetus, masa bayi dan masa adolesensi.b. Faktor lingkungan1. Faktor prenatal.a). Gizi (defisiensi vitamin, jodium dan lain-lain).Dengan menghilangkan vitamin tertentu dari dalam makanan binatang yang sedang hamil, Warkany menemukan kelainan pada anak binatang tersebut. Jenis kelainan tersebut dapat diduga sebelumnya dengan menghilangkan vitamin tertentu. Telah dibuktikan pula bahwa kurang makanan selama kehamilan dapat meningkatkan angka kelahiran mati dan kematian neonatal. Diketahui pula bahwa pada ibu dengan keadaan gizi jelek tidak dapat terjadi konsepsi. Hal ini disinggung pula oleh Warkany dengan mengatakan ‘The most serious congenital malformation is never to be conceived at all”.b). Mekanis (pita amniotik, ektopia, posisi fetus yang abnormal, trauma, oligohidroamnion).Faktor mekanis seperti posisi fetus yang abnormal dan oligohidroamnion dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti clubfoot, mikrognatia dan kaki bengkok. Kelainan ini tidak terlalu berat karena mungkin terjadi pada masa kehidupan intrauterine akhir. Implantasi ovum yang salah, yang juga dianggap faktor mekanis dapat mengganggu gizi embrio dan berakibat gangguan pertumbuhan.c). Toksin kimia (propiltiourasil, aminopterin, obat kontrasepsi dan lain-lain).Telah lama diketahui bahwa obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kelainan seperti misalnya palatoskizis, hidrosefalus, distosis kranial.d). Endokrin (diabetes mellitus pada ibu, hormon yang dimakan, umur tua dan lain-lain).Bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes mellitus sering menunjukkan kelainan berupa makrosomia, kardiomegali dan hiperplasia adrenal. Hiperplasi pulau Langherhans akan mengakibatkan hipoglikemia. Umur rata-rata ibu yang melahirkan anak mongoloid dan kelainan lain umumnya lebih tinggi dibandingkan umur ibu yang melahirkan anak normal. Ini mungkin disebabkan oleh kelainan beberapa endokrin dalam tubuh ibu yang meningkat pada umur lanjut, walaupun faktor lain yang bukan endokrin juga ikut berperan.e). Radiasi (sinar Rontgen, radium dan lain-lain).Pemakaian radium dan sinar Rontgen yang tidak mengikuti aturan dapat mengakibatkan kelainan pada fetus. Contoh kelainan yang pernah dilaporkan ialah mikrosefali. Spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak. Kelainan yang ditemukan akibat radiasi bom atom di Hiroshima pada fetus ialah mikrosefali, retardsai mental, kelainan kongenital mata dan jantung.f). Infeksi (trimester I: rubella dan mungkin penyakit lain, trimester II dan berikutnya: toksoplasmosis, histoplasmosis, sifilis dan lain-lain).Rubela (German measles) dan mungkin pula infeksi virus atau bakteri lainnya yang diderita oleh ibu pada waktu hamil muda dapat mengakibatkan kelainan pada fetus seperti katarak, bisu-tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan kongenital jantung. Kongenital merupakan contoh infeksi yang dapat menyerang fetus intrauterin hingga terjadi gangguan pertumbuhan fisik dan mental. Toksoplasmosis pranatal dapat mengakibatkan makrosefali kongenital atau mikrosefali dan retinitis.g). Imunitas (eritroblastosis fetalis, kernicterus)Keadaan ini timbul atas dasar adanya perbedaan golongan darah antara fetus dan ibu, sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah bayi yang kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah bayi yang akan mengakibatkan hemolisis. Akibat penghancuran sel darah merah bayi akan timbul anemia dan hiperbilirubinemia. Jaringan otak sangat peka terhadap hiperbilirubinemia ini dan dapat terjadi kerusakan.g). Anoksia embrio (gangguan fungsu plasenta)Keadaan anoksia pada embrio dapat mengakibatkan pertumbuhannya terganggu.
b. Faktor Pascanatal1. Gizi (masukan makanan kualitatif dan kuantitatif).Termasuk dalam hal ini bahan pembangun tubuh yaitu protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin.2. Penyakit (penyakit kronis dan kelainan kongenital).Beberapa penyakit kronis seperti glumerulonefritis kronik, tuberkulosis paru dan penyakit sesak dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani. Hal yang sama juga dapat terjadi pada penderita kelainan jantung bawaan.3. Keadaan sosial-ekonomi.Hal ini memegang peranan penting dalam pertumbuhan anak, jelas dapat terlihat ukuran bayi yang lahir dari golongan orang tua dengan keadaan sosial-ekonomi yang kurang, yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi dari keluarga dengan sosial-ekonomi yang cukup.4. Musim.Di negeri yang mempunyai 4 musim terdapat perbedaan kecepatan tumbuh berat badan dan tinggi. Pertambahan tinggi terbesar pada musim semi dan paling rendah pada musim gugur. Sebaliknya penambahan berat badan terbesar terjadi pada musim gugur dan terkecil pada musim semi.5. Lain-lain.Banyak faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain pengawasan medis, perbaikan sanitasi, pendidikan, faktor psikologis dan lain-lain.
Kebutuhan dasar seorang anak adalah
 ASUH ( kebutuhan biomedis)
Menyangkut asupan gizi anak selama dalam kandungan dan sesudahnya, kebutuhan akan tempat tinggal, pakaian yang layak dan aman , perawatan kesehatan dini berupa imunisasi dan deteksi dan intervensi dini akan timbulnya gejal penyakit.
 ASIH ( kebutuhan emosianal)
Penting menimbulkan rasa aman (emotional security) dengan kontak fisik dan psikis sedini mungkin dengan ibu. Kebutuhan anak akan kasih sayang, diperhatikan dan dihargai, ,pengalaman baru, , pujian, tanggung jawab untuk kemandirian sangatlah penting untuk diberikan. Tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan , tetapi lebih banyak memberikan contoh – contoh penuh kasih sayang adalah salah satunya.
 ASAH ( kebutuhan akan stimulasi mental dini)
Cikal bakal proses pembelajaran , pendidikan , dan pelatihan yang diberikan sedini dan sesuai mungkin. Terutama pada usia 4 – 5 tahun pertama ( golden year) sehingga akan terwujud etika, kepribadian yang mantap, arif, dengan kecerdasan, kemandirian ,ketrampilan dan produktivitas yang baik.
Beberapa tingkat perkembangan yang harus dicapai pada anak umur tertentu ;
 4-6 minggu : tersenyum spontan , dapat mengeluarkan suara 1-2 minggu kemudian
 12-16 minggu : menegakkan kepala, tengkurap sendiri , menoleh ke arah suara , memegang benda yang ditaruh ditanggannya , bermain cilukba.
 20 minggu : meraih benda yang didekatkan kepadanya
 26 minggu : dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya , duduk dengan bantuan kedua tangannya ke depan , makan biskuit sendiri.
 9 – 10 bulan : menunjuk dengan jari , memegang benda dengan ibu jari dan jari telunjuk, merangkak , bersuara da… da…. .
 13 - 15 bulan : berjalan tanpa bantuan , mengucapkan kata – kata tungggal , memasukkan mainan ke dalam cangkir , bermain dengan orang lain , minum dari gelas , dan mencoret – coret.










INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
I. PENGERTIAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah infeksi akut yang terjadi pada saluran napas termasuk adneksanya. Akut adalah berlangsung sampai 14 hari, Adneksa yaitu sinus,rongga telinga dan pleura
II. KLASIFIKASI
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
ISPA atas : Rinitis, faringitis,Otitis
ISPA bawah : Laringitis ,bronchitis,bronkhiolitis,pneumonia.
III. ETIOLOGI
1. Virus Utama : – ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
- ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama : Streptococus,pneumonia,haemophilus influenza,Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.
IV. FAKTOR RESIKO
Faktor diri (host) : umur,jenis kelamin,status gizi,kelainan congenital,imunologis,BBLR dan premature.
Faktor lingkungan : Kualitas perawatan orang tua,asap rokok,keterpaparan terhadap infeksi,social ekonomi,cuaca dan polusi udara.
V. PATOFISIOLOGI
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia
• Umur < 2 bulan
• Laki-laki
• Gizi kurang
• Berat badan lahir rendah
• Tidak mendapat ASI memadai
• Polusi udara
• Kepadatan tempat tinggal
• Imunisasi yang tidak memadai
• Membedong anak (menyelimuti berlebihan)
• Defisiensi vitamin A
b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia
• Umur < 2 bulan
• Tingkat sosial ekonomi rendah
• Gizi kurang
• Berat badan lahir rendah
• Tingkat pendidikan ibu yang rendah
• Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
• Kepadatan tempat tinggal
• Imunisasi yang tidak memadai
• Menderita penyakit kronis
Faktor Pendukung Penyebab ISPA
1. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.
ISPA dan Pneumonia sangat rentan terjadi pada bayi dan Balita. Daya tahan tubuh dan juga polusi menjadi faktor pendukung terjadinya ISPA, seperti contohnya ISPA bagian atas seperti Batuk dan Pilek yang umumnya terjadi karena ketahanan tubuh kurang. dr. Ina Aniati menghimbau kepada masyarakat untuk menjaga ketahanan tubuhnya melalui konsumsi makanan bergizi dan melindungi diri dari bahaya polusi, dan bagi para orang tua yang memiliki Balita agar menghindarkan Balitanya dari asap rokok atau pun polusi berlebih.(Fie)
FORMAT
LAPORAN PENDAHULUAN


KASUS GANGGUAN KONSEP DIRI HARGA DIRI RENDAH

A. DEFINISI
• Pengertian
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 1992 )
Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Pencapaian ideal diri atau cita – cita atau harapan langsung menghasilkan perasaan bahagia. (Budi Ana Keliat, 1998)

• Tanda dan gejala
a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri
b. Hilang kepercayaan diri
c. Merasa gagal mencapai keingginan
d. Menyatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak mampu
e. Mengeluh tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai mana mestinya
f. Menarik diri dari kehidupan sosial
g. Banyak diam dan sulit berkomunikasi
( Keliat B.A , 1992 )

• Penyebab
Koping individu tidak efektif
Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif, koping merupakan respon pertahanan individu terhadap suatu masalah. Jika koping itu tidak efektif maka individu tidak bisa mencapai harga dirinya dalam mencapai suatu perilaku.( Keliat B.A , 1992 )

B. RENTANG RESPON
Menarik diri
Mekanisme terjadinya masalah :
Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga diri rendah akan merasa tidak mampu , tidak berdaya, pesimis dapat menghadapi kehidupan, dan tidak percaya pada diri sendiri. Untuk menutup rasa tidak mampu individu akan banyak diam, menyendiri, tidak berkomunikasi dan menarik diri dari kehidupan sosial.( Keliat B.A , 1992 )

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor yang mempengaruhi HDR adalah penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistic. Tergantung pada orang tua dan ideal diri yang tidak realistic. Misalnya ; orang tua tidak percaya pada anak, tekanan dari teman, dan kultur sosial yang berubah . (Budi Ana Keliat, 1998)

D. FAKTOR PRESIPITASI
• Ketegangan peran
• Stress yang berhubungan dengan frustasi yang dialami dalam peran atau posisi
• Konflik peran
• Ketidaksesuaian peran dengan apa yang diinginkan
• Peran yang tidak jelas
• Kurangnya pengetahuan individu tentang peran
• Peran yang berlebihan
• Menampilkan seperangkat peran yang konpleks
• Perkembangn transisi
• Perubahan norma dengan nilai yang taksesuai dengan diri
• Situasi transisi peran
• Bertambah/ berkurangnya orang penting dalam kehidupan individu
• Transisi peran sehat-sakit
• Kehilangan bagian tubuh, prubahan ukuran, fungsi, penampilan,
• prosedur pengobatan dan perawatan. . (Budi Ana Keliat, 1998)

E. MEKANISME KOPING
Koping individu tidak efektif
Gangguan isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
( Keliat B.A , 1992 )






F. DATA FOCUS PENGKAJIAN
1. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji
a. Lebih banyak diam
b. Lebih suka menyendiri/ hubungan interpersonal kurang
c. Personal hygiene kurang
d. Merasa tidak nyaman diantara orang
e. Tidak cukupnya ketrampilan sosial
f. Berkurangnya frekwensi, jumlah dan spontanitas dalam berkomunikasi
2. Gangguan konsep diri harga diri rendah
Data yang perlu dikaji
a. Perasaan rendah diri
b. Pikiran mengarah
c. Mengkritik diri sendiri
d. Kurang terlibat dalam hubungan sosial
e. Meremehkan kekuatan/ kemampuan diri
f. Menyalahkan diri sendiri
g. Perasaan putus asa dan tidak berdaya.
( Keliat B.A , 1992 )

























FORMAT
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)


Hari : Jum’at Nama klien : Tn A
Tanggal : 14 oktober 2010 No. RM : 103256
Jam : 15.30 WIB Nama perawat : Asep Ence S

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien : Sering menyendiri
DS : Klien lebih seneng menyendiri
DO : - Banyak diem
- Sulit berkomunikasi sama teman-temannya
- Pandangan mata kosong
2. Diagnosa keperawatan :
Gangguan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

3. Tujuan Keperawatan:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

4. Tindakan Keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri peerhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
3) Utamakan memberikan pujian yang realistis





B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Fase Orientasi

a. Salam terapeutik :
“ Assalamualaikum, selamat pagi bapak! Bagaimana keadaan bapak pagi ini ? “

b. Perkenalan :
“Perkenalkan bapak nama saya Asep Ence Suparmo, saya biasa dipanggil Asep, nama bapak siapa ? dan panggilan apa yang bapak sukai ?
“Baiklah bapak, di sini saya akan menemani bapak, saya akan duduk di samping bapak, jika bapak akan mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan."

c. Membuka pembicaraan dengan topik yang umum :
“ Bapak, gimana tidurnya tadi malam? Nyenyak apa gelisah? “
d. Evaluasi/validasi
"Bagaimana perasaan bapak hari ini, saya ingin sekali ingin membantu menyelesaikan masalah bapak dan saya harap bapak mau bekerja sama dengan saya, kalau boleh saya tahu apa yang terjaadi di rumah sehingga bapak sampai dibawa kemari ?"
e. Kontrak
"Bapak bagaimana kalau hari ini kita bincang-bincang tentang kemampuan yang bapak miliki, di mana kita ngobrol bapak ? berapa lama ?
Baiklah bagaimana kalau kita nanti ngobrol di taman selama + 15 menit.

f. Topik : Gangguan harga diri rendah
g. Waktu : 15 menit
h. Tempat :Di Taman




2. Fase Kerja (langkah-langkah tindakan keperawatan)
a. "Nah, coba bapak cari kemampuan yang bisa bapak lakukan selama sebelum sakit. Baik, apalagi bapak ?"
b. "Bagus sekali ternyata bapak memiliki kemampuan yang banyak sekali."



3. Fase terminasi
a. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Evaluasi klien (subjektif)
1) "Apa yang bapak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 15 menit tadi ?"
2) "Bisa bapak ulangi lagi apa yang telah kita bicarakan tadi ?"

b. Evaluasi perawat (obektif setelah reinforcement):
Klien bisa diajak berkomunikasi
c. Rencana tindak lanjut
1) Berkomunikasi lebih lama
2) Menggali semua masalah klien

d. Kontrak yang akan datang (topic,waktu,tempat) :
• Topik : Gangguan Harga Diri Rendah
• Waktu : 15 menit
• Tempat : Di Taman atau di halaman

Kamis, 07 Juli 2011

Halusinasi


KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Wr. Wb.
Tiada kata yang pantas terucap disetiap awal karya tulis mahasisiwa, selain ungkapan rasa syukur kita kepada Allah SWT yang telah teramat banyak memberi kemudhan dan kesempatan kepada kami untuk menyusun laporan ini.
Dalam belajar kami tidak hanya berupaya untuk memahami dan mempelajari ilmu, kami harus bisa dan dapat memberikan manfaat terhadap kehidupan manusia atas ilmu yang telah kami pelajari.
Ucapan terima kasih yang tulus atas kepercayaan yang besar yang telah percaya terhadap kami. Dan tak lupa pula terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen mata kuliah, serta teman-teman saya yang terlibat dalam menyelesaikan laporan presentasi ini.
Dalam penyusunan makalh ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik material maupun moral. Oleh karna itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Ibu Kholis Nurhandayani, S.Kp., M.Kep, selaku Direktur AKPER Subang
2.      Ibu Hikmah Parlinah, AMK,. S.Pd, selaku dosen pembimbing
3.      Teman-teman yang telah membantu tersusunya makalah ini.
4.      Semua pihak yang telah ikut serta dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa susunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran nya yang sifatnya membangun terutama dari rekan-rekan dan dosen mata kuliah yang bersangkutan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dengan baik bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya. Serta makalah ini dapat disajikan sebagai tolak ukur dalam pembuatan laporan berikutnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Subang,   April 2010


Penyusun

DAFTAR ISI


Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................              i
DAFTAR ISI ..............................................................................................             ii

BAB I    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .......................................................................             1
B.     Tujuan ....................................................................................             1

BAB II   TINJAUAN TEORITIS
A.    Definisi ...................................................................................             2
B.     Penyebab Halusinasi ..............................................................             2
C.     Akibat Dari Halusinasi ...........................................................             4
D.    Jenis-Jenis Halusinasi .............................................................             5
E.     Tahapan Halusinasi ................................................................             6
F.      Rentang Respon Halusinasi ...................................................             7
G.    Konsep Dasar Keperawatan ...................................................             8
H.    Masalah Keperawatan ............................................................             9
I.       Diagnosa Keperawatan ..........................................................             9
J.       Perencanaan ...........................................................................           10
K.    Implementasi ..........................................................................           13
L.     Evaluasi ..................................................................................           14

Bab III Penutup
A.    Kesimpulan ............................................................................           15
B.     Saran ......................................................................................           15

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berprilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari, 2000).
Salah satu masalah kesehatan jiwa yang sering terjadi dan menimbulkan hendaya yang cukup skizofrenia. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang saring ditunjukan oleh adanya gejala positif, diantaranya adalah halusinasi. Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata atau klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa adanya stimulus atau rangsangan dari luar. Penanganan atau perawatan intensif perlu diberikan agar klien skizofrenia dengan halusinasi tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Dengan dibuatnya makalah ini adalah sebagai catatan bagi kami dan sebagai penanggung jawaban bila ada tuntutan hukum
2.      Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a.       Mamahami apa itu Halusinasi dan Persepsi
b.      Mampu mengetahui gejala-gejala dari Halusinasi dan Persepsi
c.       Mampu mengetahui cara perawatan Klien Halusinasi dan Persepsi

BAB II

TINJAUAN TEORITIS


A.    Definisi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)
Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi.

B.     Penyebab Halusinasi
Salah satu penyebab dari Perubahan sensori perseptual : halusinasi yaitu isolasi social : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).

Tanda dan Gejalanya :
§  Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
§  Menghindar dari orang lain (menyendiri)
§  Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/ perawat
§  Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
§  Berdiam diri di kamar/ klien kurang mobilitas
§  Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
§  Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1.      Faktor predisposisi
a.       Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1)      Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2)      Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3)      Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b.      Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.       Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2.      Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a.       Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.      Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.       Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C.    Akibat Dari Halusinasi
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :
·         Memperlihatkan permusuhan
·         Mendekati orang lain dengan ancaman
·         Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
·         Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
·         Mempunyai rencana untuk melukai

D.    Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi :
1.      Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2.      Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3.      Penghirupan/Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4.      Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses


5.      Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6.      Genestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
7.      Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E.     Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1.      Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2.      Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3.      Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4.      Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

F.     Rentang Respon Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar 2 di bawah ini.
Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2.      Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra                       yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3.      Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4.      Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5.      Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.
G.    Konsep Dasar Keperawatan
1.      Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain:
a.       Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b.      Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
a.       Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b.      Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c.       Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d.      Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

H.    Masalah  Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:
Ø  Perubahan persepsi sensori :  halusinasi pendengaran.
Ø  Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
Ø  Isolasi sosial :  menarik diri.
Ø  Gangguan konsep diri :  harga diri rendah.
Ø  Intoleransi aktifitas.
Ø  Defisit perawatan diri.

I.       Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).
Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:
·         Problem (masalah): nama atau label diagnosa.
·         Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian.
·         Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
a.       Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
b.      Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
c.       Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

J.      Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan.
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:

Diagnosa 1:
Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.

Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.

Intervensi:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.      Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.      Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

Diagnosa 2:
Perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
Tujuan khusus:
TUK 1:
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.      Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
2.      Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan.

Diagnosa 3:
Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Tujuan khusus:
TUK 1:
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.      Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.      Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.      Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

Diagnosa 4:
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
Tujuan umum:
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.

Intervensi:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.      Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.      Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

K.    Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

L.     Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien.
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut:
Ø S   :  Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?
Ø O  :  Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
Ø A :   Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
Ø P :   Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat.


BAB III

PENUTUP



A.    Kesimpulan
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat.
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

B.     Saran
1.      Kenali tanda-tanda, dan gejala Halusinasi dan Persepsi
2.      Ketahui dan hindari hal-hal yang mengakibatkan Halusinasi dan Persepsi