Rabu, 13 Juli 2011

DEFINISI SINDROM DOWN
Sindrom down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
[sunting] Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.
[sunting] Pemeriksaan diagnostik
Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
Pemeriksaan fisik penderita
Pemeriksaan kromosom
Ultrasonografi (USG)
Ekokardiogram (ECG)
Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)
[sunting] Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
Aktivitas motorik Umur rata-rata Kisaran umur
Tengkurap , mengangkat leher 1 bulan 0 - 3 bulan
Mampu mengangkat kepala 2 bulan 1 - 4 bulan
Berguling dari telntang telungkup 4 bulan 3 - 6 bulan
Kembli telntang setlah telungkup 5 bulan 4 - 7 bulan
Duduk dibantu (didudukkan) 5 bulan 4 - 7 bulan
Duduk sendiri 6 bulan 5 - 9 bulan
Merangkak pada perut 7 bulan 5 - 10 bulan
Mrangkak dengan tangan dan kaki 8 bulan 6 - 11 bulan
Mampu berdiri dengan bantuan 9 bulan 6 - 12 bulan
Titah (berjalan dengan dipandu) 11 bulan 9 - 14 bulan
Berjalan (sendiri) 12 bulan 9 - 17 bulan
Lari 15 bulan 13 - 20 bulan
Melompat (pada dua kaki) 24 bulan 17 - 34 bulan
Menendang bola 24 bulan 18 - 30 bulan
Naik tangga 30 bulan 28 - 36 bulan
Naik sepeda roda tiga 36 bulan 30 - 48 bulan
B. ETIOLOGI
Sindrom Down banyak dilahirkan oleh ibu berumur tua (resiko tinggi), ibu-ibu di atas 35 tahun harus waspada akan kemungkinan ini. Angka kejadian Sindrom Down meningkat jelas pada wanita yang melahirkan anak setelah berusia 35 tahun ke atas. Sel telur wanita telah dibentuk pada saat wanita tersebut masih dalam kandungan yang akan dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat wanita tersebut akil balik. 2
Pada saat wanita menjadi tua, kondisi sel telur tersebut kadang-kadang menjadi kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh sel telur laki-laki, sel benih ini mengalami pembelahan yang kurang sempurna. Penyebab timbulnya kelebihan kromosom 21 bisa pula karena bawaan lahir dari ibu atau bapak yang mempunyai dua buah kromosom 21, tetapi terletak tidak pada tempat yang sebenarnya, misalnya salah satu kromosom 21 tersebut menempel pada kromosom lain sehingga pada waktu pembelahan sel kromosom 21 tersebut tidak membelah dengan sempurna. 4
Faktor yang memegang peranan dalam terjadinya kelainan kromosom adalah:
1. Umur ibu : biasanya pada ibu berumur lebih dari 30 tahun, mungkin karena suatu ketidak seimbangan hormonal. Umur ayah tidak berpengaruh
2. Kelainan kehamilan
3. kelainan endokrin pada ibu : pada usia tua daopat terjadi infertilitas relative, kelainan tiroid. 2

C. PATOFISIOLOGI
Semua individu dengan sindrom down memiliki tiga salinan kromosom 21. sekitar 95% memiliki salinan kromosom 21 saja. Sekitar 1 % individu bersifat mosaic dengan beberapa sel normal. Sekitar 4 % penderita sindrom dowm mengalami translokasi pada kromosom 21. Kebanyakan translokasi yang mengakibatkan sindrom down merupakan gabungan pada sentromer antara kromosom 13, 14, 15. jika suatu translokasi berhasil diidentifikasi, pemeriksaan pada orang tua harus dilakukan untuk mengidentifikasi individu normal dengan resiko tinggi mendapatkan anak abnormal. 1

D. GEJALA KLINIS
Gejala yang biasanya merupakan keluhan utama dari orang tua adalah retardasi mental atau keterbelakangan mental (disebut juga tunagrahita), dengan IQ antara 50-70, tetapi kadang-kadang IQ bias sampai 90 terutama pada kasus-kasus yang diberi latihan. Pada bayi baru ahir, dokter akan menduga adanya Sindrom Down karena gambaran wajah yang khas, tubuhnya yang sangat lentur, biasanya otot-ototnya sangat lemas, sehingga menghambat perkembangan gerak bayi. Pada saat masih bayi tersebut sulit bagi seorang dokter untuk menentukan diagnosisnya, apalagi orang tuanya juga mempunyai mata yang sipit atau kecil. Untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan kromosom dari sel darah putih.4
KOMPLIKASI
Kelainan bisa menyebabkan penderitanya mengalami kelainan fisik seperti kelainan jantung bawaan, otot-otot melemah (hypotonia), dan retardasi mental akibat hambatan perkembangan kecerdasan dan psikomotor. 7
J. PENCEGAHAN
Deteksi dini sindrom Down dilakukan pada usia janin mulai 11 minggu (2,5 bulan) sampai 14 minggu. Dengan demikian, orangtua akan diberi kesempatan memutuskan segala hal terhadap janinnya. Jika memang kehamilan ingin diteruskan, orangtua setidaknya sudah siap secara mental. 3
Para ibu dianjurkan untuk tidak hamil setelah usia 35 tahun. Memang ini merupakan suatu problem tersendiri dengan majunya zaman yang wanita cenderung mengutamakan karier sehingga menunda perkawinan dan atau kehamilan. Sangatlah bijaksana bila informasi ini disampaikan bersama-sama oleh petugas keluarga berencana.4
ASFIKSIA RINGAN

PENGERTIAN
Asfiksia neonatorum adalah bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan Hipoksia serta sering berakhir dengan asidosis. Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tak dilakukan secara sempurna sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999).


B. ETIOLOGI
Pengembangan Paru BBL pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, maka akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Towel (1996) mengajukan Penggolongan Penyebab Kegagalan Pernapasan Pada bayi yang terdiri dari :
a. Faktor Ibu
1. Hipoksia Ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin, hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anastesi dalam

2. Gangguan aliran darah uterus
Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya penga,liran O2 ke plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada kasus-kasus.
a) Gangguan kontrasi uterus, misalnya : Hipertensi, Hipotoni / uterus akibat penyakit atau obat
b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c) Hipertensi pada penyakit eklamsia.

b. Faktor Plasenta
Solusi plasenta. Perdarahan plasenta, dan lain-lain
c. Fator Fetus
Tali pusat menumbung lilitan tali pusat, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
d. Faktor Neonatus
1. Pemakaian obat anastesi / analgetika yang berlebihan pada itu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernapasan janin.
2. Trauma yang terjadi pada persalinan. Misalnya : Perdarahan Intra Cranial
3. Kelainan Kongenital. Misalnya : Hernia diafragmatika atresia saluran pernapasan hipoplasia paru dan lain-lain. (Wiknjosastro, 1999).


C. PERUBAHAN PATOFISIOLOGI DAN GANGGUAN KLINIS
Pernapasan Spontan BBL tergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila terdapat gangguan Pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode opnu (Primary Apnoe) disertai dengan penurunan frekuensi diikuti oleh pernapasan teratur. Pada penerita asfiksia berat. Usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.

Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-asam pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya menimbulkan asidosis respiraktonik. Bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an acrobic yang berupa glikolisis gukogen tubuh. Sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardio vaskuler yang disebabakan oleh beberapa keadaan diantarannya :

a. Hilangnya Sumber Glukogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung
b. Terjadi asidosis metabolis akan menimbulkan kelemahan otot jantung
c. Pengisian udara alucolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya Resistensi Pembuluh darah Paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan demikian pula kesistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998)


Pada keadaan asfiksia yang perlu mendapat perhatian sebaiknya :
a. Menurunnya tekanan O2 darah (Pa O2)
b. Meningginya tekanan O2 darah (Pa O2)
c. Menurunya PH (akibat osidosis respirantorik dan metabolik)
d. Dipakainya sumber glukogen tubuh untuk metabolisme an-aerobic
e. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler
TINDAKAN PADA ASFIKSIA NEONATORUM
Tindakan yang dikerjakan pada lazim disebut resusitasi BBL sebelum resusitasi dikerjakan perlu diperhatikan bahwa :
a. Faktor waktu sangat penting
b. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia / hipoksia antenatal tidak dapat diperbaiki tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia / hipoksia pascanatal harus dicegah dan diatasi.
c. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang fakta penyebab terjadinya depresi pernapasan pada BBL
d. Penilaian BBL perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan ditentukan secara adekuat (Prawiroharjo, 2002).


E. PRINSIP DASAR RESUSITASI YANG PERLU DIINGAT IALAH :
a. Memberi lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernapasan tetes bebas serta merangsang timbulnya pernapasan
b. Memberi bantuan pernapasan secara efektif pada bayi yang menunjukan usaha pernapasan lemah
c. Melakukan koraksi terhadap asidosis yang terjadi
d. Menjaga agar sirkulasi tetap baik (Wiknjosastro, 1999)



F. CARA RESUSITASI
a. Letakkan bayi dilingkungan yang hangat keudian keringkan tubuh bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi
b. Sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas yang datar
c. Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (sniffing positor)
d. Hisap lendir dengan menghisap lendir dec dari mulut apabila sudah bersih kemudian lanjutkan kehidung
e. Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi dan mengusap-usap punggung bayi.
f. Nilai Pernapasan

1. Jika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung selama 6 detik, hasil kalikan 10, denyut jantung > 100 x /menit. Nilai warna kulit jika merah / sianosis perifer lakukan observasi. Apabila baru diberikan O2. denyut jantung <> 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan
2. 60-100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian PPV
3. 60-100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan PPV disertai kompresi jantung
4. <> 100 x / menit dan bayi dapat nafas spontan

l. Jika denyut jantung 0 atau <> 100x/menit hentikan obat
n. Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin sesuai dosis tiap 3-5 menit

o. Lakukan penilaian denyut jantung jika denyut jantung tetap / tidak respon terhadap diatas dan tanpa ada hiporolemi beri natrikus dengan dosis 2 MEG / Kg BB secara IV selama 2 menit.(Wiknjosastro, 1999)



TUMBUH KEMBANG PADA ANAK
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Dalam ilmu kesehatan anak istilah pertumbuhan dan perkembangan menyangkut semua aspek kemajuan yang dicapai oleh jazad manusia dari konsepsi sampai dewasa.Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam aspek fisis akibat multiplikasi sel dan bertambahnya jumlah zat interseluler. Oleh karena itu pertumbuhan dapat diukur dalam sentimeter atau incih dan dalam kilogram atau pound. Selain itu dapat pula diukur dalam keseimbangan metabolik, yaitu retensi kalsium dan nitrogen oleh badan. Perkembangan digunakan untuk menunjukkan bertambahnya keterampilan dan fungsi kompleks. Seseorang berkembang dalam pengaturan neuromoskuler, berkembang dalam mempergunakan tangan kanannya dan terbentuk pula kepribadiannya. Maturasi dan diferensiasi sering dipergunakan sebagai sinonim untuk perkembangan. Pertumbuhan fisis, sebagai pertumbuhan badan sebagai keseluruhan, Kroman menganjurkan 2 macam pemeriksaan pada anak, yaitu:
Pemeriksaan kesehatan medis (medical health examination)
Pemeriksaan kesehatan perkembangan (development health examination).
Pemeriksaan yang disebut pertama di atas menilai kondisi anak dari ada tidaknya penyakit, pemeriksaan yang disebut kedua dimaksudkan untuk menilai pertumbuhan fisis dan kedewasaannya dalam mental dan emosi. Walaupun pertumbuhan berlangsung terus secara tetap dari masa konsenpsi sampai dewasa, namun terjadi fluktuasi dalam kecepatan tumbuh seorang anak. Percepatan tumbuh yang mencapai maksimum terjadi pada akhir masa janin dan kemudian menurun terus sampai melewati masa bayi, kemudian timbul percepatan tumbuh lagi pada masa adolesensi yang kemudian menurun dan berhenti setelah mencapai umur dewasa
Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan AnakDapat dibagi dalam 2 bagian.
Faktor heredokonstitusionil
Faktor lingkungan (pranatal dan pascanatal)
a. Faktor heredokonstusionilGen yang terdapat di dalam nukleus dari telur yang dibuahi pada masa embrio mempunyai sifat tersendiri pada tiap individu. Manifestasi hasil perbedaan antara gen ini dikenal sebagai hereditas. DNA yang membentuk gen mempunyai peranan penting dalam transmisi sifat-sifat herediter. Timbulnya kelainan familial, kelainan khusus tertentu, tipe tertentu dan dwarfism adalah akibat transmisi gen yang abnormal. Haruslah diingat bahwa beberapa anak bertubuh kecil karena konstitusi genetiknya dan bukan karena gangguan endokrin atau gizi. Peranan genetik pada sifat perkembangan mental masih merupakan hal yang diperdebatkan. Memang hereditas tidak dapat disangsikan lagi mempunyai peranan yang besar tapi pengaruh lingkungan terhadap organisme tersebut tidak dapat diabaikan. Pada saat sekarang para ahli psikologi anak berpendapat bahwa hereditas lebih banyak mempengaruhi inteligensi dibandingkan dengan lingkungan.Sifat-sifat emosionil seperti perasaan takut, kemauan dan temperamen lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan dibandingkan dengan hereditas.1. Jenis kelaminPada umur tertentu pria dan wanita sangat berbeda dalam ukuran besar, kecepatan tumbuh, proporsi jasmani dan lain-lainnya sehingga memerlukan ukuran-ukuran normal tersendiri. Wanita menjadi dewasa lebih dini, yaitu mulai adolesensi pada umur 10 tahun, pria mulai pada umur 12 tahun.2. Ras atau bangsaOleh beberapa ahli antropologi disebutkan bahwa ras kuning mempunyai tendensi lebih pendek dibandingkan dengan ras kulit putih. Perbedaan antar bangsa tampak juga bila kita bandingkan orang Skandinavia yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang Italia.3. KeluargaTidak jarang dijumpai dalam suatu keluarga terdapat anggota keluarga yang pendek anggota keluarga lainnya tinggi.4. UmurKecepatan tumbuh yang paling besar ditemukan pada masa fetus, masa bayi dan masa adolesensi.b. Faktor lingkungan1. Faktor prenatal.a). Gizi (defisiensi vitamin, jodium dan lain-lain).Dengan menghilangkan vitamin tertentu dari dalam makanan binatang yang sedang hamil, Warkany menemukan kelainan pada anak binatang tersebut. Jenis kelainan tersebut dapat diduga sebelumnya dengan menghilangkan vitamin tertentu. Telah dibuktikan pula bahwa kurang makanan selama kehamilan dapat meningkatkan angka kelahiran mati dan kematian neonatal. Diketahui pula bahwa pada ibu dengan keadaan gizi jelek tidak dapat terjadi konsepsi. Hal ini disinggung pula oleh Warkany dengan mengatakan ‘The most serious congenital malformation is never to be conceived at all”.b). Mekanis (pita amniotik, ektopia, posisi fetus yang abnormal, trauma, oligohidroamnion).Faktor mekanis seperti posisi fetus yang abnormal dan oligohidroamnion dapat menyebabkan kelainan kongenital seperti clubfoot, mikrognatia dan kaki bengkok. Kelainan ini tidak terlalu berat karena mungkin terjadi pada masa kehidupan intrauterine akhir. Implantasi ovum yang salah, yang juga dianggap faktor mekanis dapat mengganggu gizi embrio dan berakibat gangguan pertumbuhan.c). Toksin kimia (propiltiourasil, aminopterin, obat kontrasepsi dan lain-lain).Telah lama diketahui bahwa obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kelainan seperti misalnya palatoskizis, hidrosefalus, distosis kranial.d). Endokrin (diabetes mellitus pada ibu, hormon yang dimakan, umur tua dan lain-lain).Bayi yang lahir dari ibu yang menderita diabetes mellitus sering menunjukkan kelainan berupa makrosomia, kardiomegali dan hiperplasia adrenal. Hiperplasi pulau Langherhans akan mengakibatkan hipoglikemia. Umur rata-rata ibu yang melahirkan anak mongoloid dan kelainan lain umumnya lebih tinggi dibandingkan umur ibu yang melahirkan anak normal. Ini mungkin disebabkan oleh kelainan beberapa endokrin dalam tubuh ibu yang meningkat pada umur lanjut, walaupun faktor lain yang bukan endokrin juga ikut berperan.e). Radiasi (sinar Rontgen, radium dan lain-lain).Pemakaian radium dan sinar Rontgen yang tidak mengikuti aturan dapat mengakibatkan kelainan pada fetus. Contoh kelainan yang pernah dilaporkan ialah mikrosefali. Spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak. Kelainan yang ditemukan akibat radiasi bom atom di Hiroshima pada fetus ialah mikrosefali, retardsai mental, kelainan kongenital mata dan jantung.f). Infeksi (trimester I: rubella dan mungkin penyakit lain, trimester II dan berikutnya: toksoplasmosis, histoplasmosis, sifilis dan lain-lain).Rubela (German measles) dan mungkin pula infeksi virus atau bakteri lainnya yang diderita oleh ibu pada waktu hamil muda dapat mengakibatkan kelainan pada fetus seperti katarak, bisu-tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan kongenital jantung. Kongenital merupakan contoh infeksi yang dapat menyerang fetus intrauterin hingga terjadi gangguan pertumbuhan fisik dan mental. Toksoplasmosis pranatal dapat mengakibatkan makrosefali kongenital atau mikrosefali dan retinitis.g). Imunitas (eritroblastosis fetalis, kernicterus)Keadaan ini timbul atas dasar adanya perbedaan golongan darah antara fetus dan ibu, sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah bayi yang kemudian melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah bayi yang akan mengakibatkan hemolisis. Akibat penghancuran sel darah merah bayi akan timbul anemia dan hiperbilirubinemia. Jaringan otak sangat peka terhadap hiperbilirubinemia ini dan dapat terjadi kerusakan.g). Anoksia embrio (gangguan fungsu plasenta)Keadaan anoksia pada embrio dapat mengakibatkan pertumbuhannya terganggu.
b. Faktor Pascanatal1. Gizi (masukan makanan kualitatif dan kuantitatif).Termasuk dalam hal ini bahan pembangun tubuh yaitu protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin.2. Penyakit (penyakit kronis dan kelainan kongenital).Beberapa penyakit kronis seperti glumerulonefritis kronik, tuberkulosis paru dan penyakit sesak dapat mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani. Hal yang sama juga dapat terjadi pada penderita kelainan jantung bawaan.3. Keadaan sosial-ekonomi.Hal ini memegang peranan penting dalam pertumbuhan anak, jelas dapat terlihat ukuran bayi yang lahir dari golongan orang tua dengan keadaan sosial-ekonomi yang kurang, yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi dari keluarga dengan sosial-ekonomi yang cukup.4. Musim.Di negeri yang mempunyai 4 musim terdapat perbedaan kecepatan tumbuh berat badan dan tinggi. Pertambahan tinggi terbesar pada musim semi dan paling rendah pada musim gugur. Sebaliknya penambahan berat badan terbesar terjadi pada musim gugur dan terkecil pada musim semi.5. Lain-lain.Banyak faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain pengawasan medis, perbaikan sanitasi, pendidikan, faktor psikologis dan lain-lain.
Kebutuhan dasar seorang anak adalah
 ASUH ( kebutuhan biomedis)
Menyangkut asupan gizi anak selama dalam kandungan dan sesudahnya, kebutuhan akan tempat tinggal, pakaian yang layak dan aman , perawatan kesehatan dini berupa imunisasi dan deteksi dan intervensi dini akan timbulnya gejal penyakit.
 ASIH ( kebutuhan emosianal)
Penting menimbulkan rasa aman (emotional security) dengan kontak fisik dan psikis sedini mungkin dengan ibu. Kebutuhan anak akan kasih sayang, diperhatikan dan dihargai, ,pengalaman baru, , pujian, tanggung jawab untuk kemandirian sangatlah penting untuk diberikan. Tidak mengutamakan hukuman dengan kemarahan , tetapi lebih banyak memberikan contoh – contoh penuh kasih sayang adalah salah satunya.
 ASAH ( kebutuhan akan stimulasi mental dini)
Cikal bakal proses pembelajaran , pendidikan , dan pelatihan yang diberikan sedini dan sesuai mungkin. Terutama pada usia 4 – 5 tahun pertama ( golden year) sehingga akan terwujud etika, kepribadian yang mantap, arif, dengan kecerdasan, kemandirian ,ketrampilan dan produktivitas yang baik.
Beberapa tingkat perkembangan yang harus dicapai pada anak umur tertentu ;
 4-6 minggu : tersenyum spontan , dapat mengeluarkan suara 1-2 minggu kemudian
 12-16 minggu : menegakkan kepala, tengkurap sendiri , menoleh ke arah suara , memegang benda yang ditaruh ditanggannya , bermain cilukba.
 20 minggu : meraih benda yang didekatkan kepadanya
 26 minggu : dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya , duduk dengan bantuan kedua tangannya ke depan , makan biskuit sendiri.
 9 – 10 bulan : menunjuk dengan jari , memegang benda dengan ibu jari dan jari telunjuk, merangkak , bersuara da… da…. .
 13 - 15 bulan : berjalan tanpa bantuan , mengucapkan kata – kata tungggal , memasukkan mainan ke dalam cangkir , bermain dengan orang lain , minum dari gelas , dan mencoret – coret.










INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
I. PENGERTIAN
Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah infeksi akut yang terjadi pada saluran napas termasuk adneksanya. Akut adalah berlangsung sampai 14 hari, Adneksa yaitu sinus,rongga telinga dan pleura
II. KLASIFIKASI
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut :
ISPA atas : Rinitis, faringitis,Otitis
ISPA bawah : Laringitis ,bronchitis,bronkhiolitis,pneumonia.
III. ETIOLOGI
1. Virus Utama : – ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
- ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama : Streptococus,pneumonia,haemophilus influenza,Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.
IV. FAKTOR RESIKO
Faktor diri (host) : umur,jenis kelamin,status gizi,kelainan congenital,imunologis,BBLR dan premature.
Faktor lingkungan : Kualitas perawatan orang tua,asap rokok,keterpaparan terhadap infeksi,social ekonomi,cuaca dan polusi udara.
V. PATOFISIOLOGI
Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-apa
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala demam dan batuk. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.
VI. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
- Menurut WHO : Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,Amoksisillin,Ampisillin,Penisillin Prokain,Pnemonia berat : Benzil penicillin,klorampenikol,kloksasilin,gentamisin.
- Antibiotik baru lain : Sefalosforin,quinolon dll.
Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor resiko tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor resiko yang meningkatkan insiden pneumonia
• Umur < 2 bulan
• Laki-laki
• Gizi kurang
• Berat badan lahir rendah
• Tidak mendapat ASI memadai
• Polusi udara
• Kepadatan tempat tinggal
• Imunisasi yang tidak memadai
• Membedong anak (menyelimuti berlebihan)
• Defisiensi vitamin A
b. Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia
• Umur < 2 bulan
• Tingkat sosial ekonomi rendah
• Gizi kurang
• Berat badan lahir rendah
• Tingkat pendidikan ibu yang rendah
• Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah
• Kepadatan tempat tinggal
• Imunisasi yang tidak memadai
• Menderita penyakit kronis
Faktor Pendukung Penyebab ISPA
1. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
2. Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3. Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5. Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.
ISPA dan Pneumonia sangat rentan terjadi pada bayi dan Balita. Daya tahan tubuh dan juga polusi menjadi faktor pendukung terjadinya ISPA, seperti contohnya ISPA bagian atas seperti Batuk dan Pilek yang umumnya terjadi karena ketahanan tubuh kurang. dr. Ina Aniati menghimbau kepada masyarakat untuk menjaga ketahanan tubuhnya melalui konsumsi makanan bergizi dan melindungi diri dari bahaya polusi, dan bagi para orang tua yang memiliki Balita agar menghindarkan Balitanya dari asap rokok atau pun polusi berlebih.(Fie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar