Kamis, 07 Juli 2011

Halusinasi


KATA PENGANTAR



Assalamualaikum Wr. Wb.
Tiada kata yang pantas terucap disetiap awal karya tulis mahasisiwa, selain ungkapan rasa syukur kita kepada Allah SWT yang telah teramat banyak memberi kemudhan dan kesempatan kepada kami untuk menyusun laporan ini.
Dalam belajar kami tidak hanya berupaya untuk memahami dan mempelajari ilmu, kami harus bisa dan dapat memberikan manfaat terhadap kehidupan manusia atas ilmu yang telah kami pelajari.
Ucapan terima kasih yang tulus atas kepercayaan yang besar yang telah percaya terhadap kami. Dan tak lupa pula terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen mata kuliah, serta teman-teman saya yang terlibat dalam menyelesaikan laporan presentasi ini.
Dalam penyusunan makalh ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik material maupun moral. Oleh karna itu kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Ibu Kholis Nurhandayani, S.Kp., M.Kep, selaku Direktur AKPER Subang
2.      Ibu Hikmah Parlinah, AMK,. S.Pd, selaku dosen pembimbing
3.      Teman-teman yang telah membantu tersusunya makalah ini.
4.      Semua pihak yang telah ikut serta dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa susunan makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran nya yang sifatnya membangun terutama dari rekan-rekan dan dosen mata kuliah yang bersangkutan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dengan baik bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya. Serta makalah ini dapat disajikan sebagai tolak ukur dalam pembuatan laporan berikutnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Subang,   April 2010


Penyusun

DAFTAR ISI


Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................              i
DAFTAR ISI ..............................................................................................             ii

BAB I    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang .......................................................................             1
B.     Tujuan ....................................................................................             1

BAB II   TINJAUAN TEORITIS
A.    Definisi ...................................................................................             2
B.     Penyebab Halusinasi ..............................................................             2
C.     Akibat Dari Halusinasi ...........................................................             4
D.    Jenis-Jenis Halusinasi .............................................................             5
E.     Tahapan Halusinasi ................................................................             6
F.      Rentang Respon Halusinasi ...................................................             7
G.    Konsep Dasar Keperawatan ...................................................             8
H.    Masalah Keperawatan ............................................................             9
I.       Diagnosa Keperawatan ..........................................................             9
J.       Perencanaan ...........................................................................           10
K.    Implementasi ..........................................................................           13
L.     Evaluasi ..................................................................................           14

Bab III Penutup
A.    Kesimpulan ............................................................................           15
B.     Saran ......................................................................................           15

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabakan kematian secara langsung, namun gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam berkarya serta ketidaktepatan individu dalam berprilaku yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat menghambat pembangunan karena mereka tidak produktif (Hawari, 2000).
Salah satu masalah kesehatan jiwa yang sering terjadi dan menimbulkan hendaya yang cukup skizofrenia. Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa yang saring ditunjukan oleh adanya gejala positif, diantaranya adalah halusinasi. Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa adanya stimulus yang nyata atau klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa adanya stimulus atau rangsangan dari luar. Penanganan atau perawatan intensif perlu diberikan agar klien skizofrenia dengan halusinasi tidak melakukan tindakan yang dapat membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan.

B.     Tujuan
1.      Tujuan Umum
Dengan dibuatnya makalah ini adalah sebagai catatan bagi kami dan sebagai penanggung jawaban bila ada tuntutan hukum
2.      Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a.       Mamahami apa itu Halusinasi dan Persepsi
b.      Mampu mengetahui gejala-gejala dari Halusinasi dan Persepsi
c.       Mampu mengetahui cara perawatan Klien Halusinasi dan Persepsi

BAB II

TINJAUAN TEORITIS


A.    Definisi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119)
Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi.

B.     Penyebab Halusinasi
Salah satu penyebab dari Perubahan sensori perseptual : halusinasi yaitu isolasi social : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).

Tanda dan Gejalanya :
§  Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
§  Menghindar dari orang lain (menyendiri)
§  Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/ perawat
§  Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
§  Berdiam diri di kamar/ klien kurang mobilitas
§  Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
§  Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1.      Faktor predisposisi
a.       Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1)      Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2)      Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3)      Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b.      Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.       Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2.      Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a.       Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.      Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.       Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C.    Akibat Dari Halusinasi
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan Gejala :
·         Memperlihatkan permusuhan
·         Mendekati orang lain dengan ancaman
·         Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
·         Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
·         Mempunyai rencana untuk melukai

D.    Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi :
1.      Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2.      Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3.      Penghirupan/Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4.      Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses


5.      Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6.      Genestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
7.      Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E.     Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1.      Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2.      Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3.      Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4.      Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

F.     Rentang Respon Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar 2 di bawah ini.
Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2.      Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra                       yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3.      Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4.      Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5.      Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.
G.    Konsep Dasar Keperawatan
1.      Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain:
a.       Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
b.      Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
a.       Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b.      Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c.       Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d.      Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

H.    Masalah  Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:
Ø  Perubahan persepsi sensori :  halusinasi pendengaran.
Ø  Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
Ø  Isolasi sosial :  menarik diri.
Ø  Gangguan konsep diri :  harga diri rendah.
Ø  Intoleransi aktifitas.
Ø  Defisit perawatan diri.

I.       Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).
Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:
·         Problem (masalah): nama atau label diagnosa.
·         Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian.
·         Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
a.       Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
b.      Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
c.       Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

J.      Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan.
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:

Diagnosa 1:
Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.

Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.

Intervensi:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.      Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.      Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

Diagnosa 2:
Perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
Tujuan khusus:
TUK 1:
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.      Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
2.      Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan.

Diagnosa 3:
Isolasi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Tujuan khusus:
TUK 1:
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.      Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.      Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.      Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

Diagnosa 4:
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
Tujuan umum:
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.

Intervensi:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2.      Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3.      Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

K.    Implementasi
Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

L.     Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien.
Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut:
Ø S   :  Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?
Ø O  :  Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
Ø A :   Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
Ø P :   Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat.


BAB III

PENUTUP



A.    Kesimpulan
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat.
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

B.     Saran
1.      Kenali tanda-tanda, dan gejala Halusinasi dan Persepsi
2.      Ketahui dan hindari hal-hal yang mengakibatkan Halusinasi dan Persepsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar